Kamis, 23 Desember 2010

Ratusan Perdes Geruduk DPRD

BANTUL (BernasJogja) -- Ratusan perangkat desa (Perdes)
mulai lurah, kabag maupun staf ramairamai
menggerudug kantor DPRD Bantul, Rabu
(22/12). Kedatangan mereka untuk menuntut
gaji setara Upah Minimum Provinsi (UMP) di
luar tanah bengkok dan tunjangan kesejahteraan
yang telah diterima selama ini. Sekaligus
mereka mendengarkan sidang paripurna dengan
agenda Laporan Panitia Khusus DPRD
terhadap hasil pembahasan Raperda Kabupaten
Bantul.
Sementara di ruang rapat sedang digelar
sidang paripurna, para perangkat desa yang di
luar gedung tekun menyimak dari layar lebar
yang disediakan staf sekwan.
Tuntut Gaji Setara UMP
Koordinator perangkat desa, Ir H Darnawi
MP didampingi Ketua Paguyuban Dukuh (Pandu)
Bantul, Sulistyo SH mengatakan kalau
selama ini mereka mendapatkan gaji dari tanah
bengkok dan tunjangan kesejahteraan yang
diterimakan triwulanan. Jumlah itu dirasa belum
mencukupi untuk kegiatan operasional perangkat
desa yang sangat padat dalam melayani
masyarakat. Akan lebih memprihatinkan bagi
desa yang tanah bengkoknya kecil dan berada
di pegunungan.
“Untuk itulah kami meminta Pemkab Bantul
memperhatikan aspirasi dan tuntutan kami
yakni digaji setara UMP. Sehingga ini akan
menunjang kinerja perangkat desa. Gaji tersebut
diambilkan dari APBD Kabupaten Bantul
karena telah ada UU yang mengaturnya yakni
Nomor 72/2005 tentang Desa,” kata Darnawi.
Tuntutan itu dilakukan, mengingat selama
ini pendapatan dari bengkok dan tunjangan
kesejahteraan sangat minim bahkan kurang.
“Apalagi untuk kabupaten lain seperti
Sleman, Gunungkidul dan Kulonprogo gaji
bulanan dari APBD sudah dicairkan,” katanya.
Hal senada dikatakan oleh Lurah Desa
Sendangsari, Pajangan, Sapto Saroso. Menurutnya
tanah bengkok dan tunjangan kesejahteraan
masih dirasa minim. Apalagi seperti
desanya tanah bengkok berada di pegunungan
yang tandus seluas 1 hektar. Jika dikonversikan
dengan uang, setahun pendapatan dari tanah
bengkok adalah Rp 7 juta atau Rp 500.000/
bulan. “Jumlah ini sangat jauh dari kebutuhan
operasional lurah selama sebulan,” katanya.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Bantul,
Arif Haryanto Ssi mengatakan munculnya
UU nomor 72/2005 disikapi dengan penyusunan
Perda. “Dalam Perda ini diatur jika
pendapatan perangkat minimal UMP atau
menurut kemampuan desa masing-masing,”
katanya. Sehingga antara desa yang satu
dengan lainnya besaran gaji perangkat bisa
berbeda. Selain pendapatan, desa boleh
menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD)
maksimal 60 persen untuk gaji. Namun semua
penggunaan dana tersebut tertuang dalam
APBdes yang akan disupervisi oleh bupati.
Sehingga tidak bisa seenaknya dalam
menyusun APBDes termasuk anggaran untuk
gaji. (sri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar