Jumat, 24 Februari 2012

Gaji PNS Sedot Rp 60 M Lagi

Pemkab Minta Kembali Diurus Pusat

BANTUL - Kebijakan menaikan gaji bagi pegawai negeri sipil (PNS) oleh pemerintah pusat potensial membuat Pemkab Bantul kelimpungan. Setidaknya, sekitar 60 persen dari total seluruh anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Bantul sebesar Rp 1,05 triliun habis untuk belanja gaji pegawai.
Sisanya sebesar 40 persen baru dikucurkan untuk program di luar PNS. Termasuk dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan.
Khusus anggaran kenaikan gaji PNS sebesar sekitar sepuluh persen, pemkab mesti merogoh dana hingga Rp 60 miliar.
”Kami berkeinginan gaji PNS di-handle pemerintah pusat lagi,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul Riyantono kemarin (22/3).
Pejabat yang akrab disapa Toni itu menyatakan, jumlah PNS di lingkungan Pemkab Bantul lebih dari 12 ribu orang. Jika kebijakan kenaikan gaji benar diterapkan otomatis akan berimbas pada APBD Bantul. Dia mencontohkan, kebijakan kenaikan gaji dan rapelan kenaikan gaji sebesar sepuluh persen pada Januari dan Februari yang akan dicairkan Maret telah menguras APBD Bantul.
”2012 ini anggaran gaji PNS mencapai Rp 600 miliar. Karena ada kenaikan gaji 10 persen, maka menambah beban APBD lagi sebesar Rp 60 miliar,” tandas Toni.
Atas dasar itu, Toni meminta urusan gaji PNS kembali ditangani pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak perlu memikulnya.
Toni memaparkan, kenaikan dan alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat tidak sebanding dengan kebutuhan untuk pembiayaan gaji PNS. Akibatnya, pemerintah daerah terpaksa mengalihkan sebagian anggaran yang tadinya untuk kegiatan masyarakat untuk belanja pegawai.
”Kenyataan memang demikian, mau gimana lagi. Lebih baik APBDnya rendah tapi daerah tidak lagi mengurusi gaji PNS,” ungkap Toni.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bantul Agus Subagyo menilai, gagasan agar gaji PNS kembali diurus pemerintah pusat seperti beberapa tahun lalu patut dipertimbangankan. Menurut dia, apabila DAU yang diberikan pemerintah pusat tidak proposional dengan kebutuhan belanja pegawai maka tidak ada salahnya pemerintah daerah meminta pemerintah pusat mengurus gaji PNS lagi.
”Kalau kenaikan DAU tidak sebanding dengan kebutuhan belanja pegawai seperti ada kenaikan gaji dan honorer yang diangkat jadi PNS, ini akan membebani keuangan daerah,” terang Agus.
Karena itu, Agus meminta eksekutif mencermati lagi hitungan antara kenaikan DAU dengan kebutuhan belanja pegawai. Jangan sampai kebutuhan belanja pegawai membebani program yang ada kaitan langsung dengan masyarakat. Terutama program yang bersentuhan dengan pemberdayaan keluarga kurang mampu.
”Jangan sampai kebutuhan belanja pegawai menghambat program yang hendak dijalankan pemerintah daerah,” ungkap ketua DPD Partai Golkar Bantul ini.
Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto memiliki pendapat lain. Politikus PKS ini mengatakan, sistem penggajian ditangani pemerintah pusat atau daerah itu hal teknis. Menurut dia, bila Pemkab Bantul merasa keberatan dengan beban kenaikan belanja gaji maka perlu bekerja keras menaikan pendapatan asli daerah (PAD).
”Kenaikan PAD itu nantinya untuk menutupi kebutuhan belanja pegawai atau dialokasikan untuk mendanai kegiatan kemasyarakatan,” jelas Arif. (mar/amd)

Kamis, 23 Februari 2012

Setiap SMS Wajib Direspon

Laporan Reporter Tribun Jogja, Bakti Buwono TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Wakil Ketua III DPRD Bantul, Arif Haryanto, mengingatkan Pemkab untuk merespon setiap SMS yang masuk ke SMS Centre Bupati Bantul. Menurutnya, SMS Center Bupati Bantul merupakan satu di antara banyak sarana komunikasi Pemkab Bantul. Khusus fitur SMS, harapannya warga bisa memberi masukan dan segera direspon oleh Pemkab. Jika fitur ini mulai tidak diminati saya kira karena beberapa hal. Bisa saja, lanjutnya, ada warga yang pernah SMS tetapi tidak merasa diperhatikan. Tidak ada tindak lanjut pesan yang ia kirim. Seharusnya tidak perlu melihat kuantitas. Misalnya, jika hanya ada dua atau tiga sms, langsung direspon dan ditindaklanjuti. Dengan begitu, kabar itu akan menyebar dan semakin banyak warga yang akan memanfaatkan fasilitas itu. Menurut saya, kalau banyak warga yang tidak tahu berarti sosialisasi masih sangat kurang. Padahal sarana komunikasi sms sangat efektif mengingat pengguna handphone sudah sangat tinggi. Kalau ingin dilanjutkan, saran saya, fitur ini harus segera dievaluasi. Setelah itu mem-follow up pesan yang masuk. Tidak lupa, Pemkab Bantul harus melakukan sosialisasi secara masif.(*)

Kamis, 16 Februari 2012

Ungkit Kalender Eksekutif Berfoto Persiba

BANTUL (RadarJogja) - Pengadaan kalender 2012 oleh Pemkab Bantul menuai protes sejumlah anggota DPRD Bantul. Kalender itu memuat foto Persiba.
Sejumlah anggota parlemen menilai eksekutif tak lagi dibolehkan mempromosikan Persiba menggunakan dana APBD. Termasuk pemasangan foto pemain Persiba pada lembar utama kalender 2012.
Alasannya, Persiba kini sudah resmi jadi klub profesional dibawah naungan perseroan terbatas (PT) yaitu PT Bantul Indo Gospot (BIG). Selain sudah profesional, kepemilikan saham Persiba dikuasai segelintir orang dan bukan Pemkab Bantul.
”Sejak berubah jadi PT, Persiba tidak lagi boleh menggunakan dana APBD walaupun nilainya kecil. Sebaliknya, Pemkab Bantul tidak boleh men-support anggaran atau promosi Persiba. Mestinya eksekutif mengerti itu,” kata Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto kemarin (15/2).
Arif menjelaskan, larangan penggunaan uang negara bagi klub profesional tertuang dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Hibah dan Bantuan Sosial. Dalam aturan yang ditandatangani Mendagri Gamawan Fauzi, APBD tidak lagi boleh dialirkan ke klub profesional termasuk untuk dana promosi.
”Lebih baik memasang foto yang menunjukan prestasi dan produk kerajinan unggulan Bantul. Misalnya, pelajar yang sukses mengikuti olimpiade, kerajinan gerabah, kerajinan batik, atau desa wisata,” papar politikus PKS ini.
Anggota Fraksi PPP DPRD Bantul Jumakir menilai, pemasangan foto Persiba di kalender 2012 yang dicetak Pemkab Bantul kurang elok. Sebab, status Persiba tidak lagi klub perserikatan melainkan dimiliki sebuah perusahaan. ”Kalau dulu mungkin tidak masalah. Sekarang keadaannya lain. Persiba bukan lagi milik masyarakat Bantul secara umum tapi milik perorangan,” terang Jumakir.
Sebagai anggota Komisi B, Jumakir berpendapat pemkab seharusnya memprioritaskan prestasi yang ditorehkan warga Bantul ketimbang prestasi korporasi yang kepemilikannya dipegang segelintir orang. Prestasi yang dimaksud adalah produk kerajinan unggulan Bantul seperti karya petajin gerabah di Kasongan, kerajinan kulit di Manding, batik, dan aneka makanan khas Bantul.
”Jauh lebih bagus yang difoto kerajinan khas Bantul ketimbang Persiba,” tandas politikus yang tinggal di Kasihan ini. (mar/amd)

Jumat, 10 Februari 2012

Interpelasi Menggantung

Arif Haryanto : "Batalnya pembahasan interpelasi ini akibat muntirnya Ketua DPRD Bantul Tustiyani tidak mau tandatangan hasil rapat pimpinan DPRD 24 Januari 2012 yang lalu. Padahal dalam rapat yang dihadiri seluruh pimpinan dewan tersebut semua sudah sepakat tiga hal, yakni tidak dilanjutkannya surat keberatan Fraksi PDIP dan Golkar soal pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan, dan lain-lain"

(Harian Jogja:10 Feb 2012)

Muhammadiyah Tak Mengenal Forum Peduli

Keberadaan FWMPB Dinilai Liar

BANTUL (RadarJogja) – Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul menegaskan, Forum Warga Muhammadiyah Peduli Bantul (FWMPB) liar. AD/ART organisasi massa Islam tersebut tidak mengenal istilah forum peduli maupun forum tidak peduli. Sebelumnya, FWMPB menolak hak interpelasi yang akan digunakan anggota DPRD Bantul.
”Sekelompok orang yang mengatasnamakan FWMPB itu liar. Mereka di luar struktur. Karena liar, maka pernyataan FWMPB tidak mewakili Muhammadiyah,” kata Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Bantul Yusuf Fuad kepada Radar Jogja kemarin (9/2). Fuad menjelaskan, persoalan interpelasi merupakan ranah lembaga politik, yaitu DPRD. Dengan demikian, apabila ada organisasi yang ingin menyampaikan aspirasi dapat melalui anggota dewan.
”Kalau ada warga Muhammadiyah yang ingin menyampaikan aspirasi, bisa melalui saluran yang benar, pemikiran yang cerdas,” tandas Fuad.
Fuad mengimbau seluruh warga persyarikatan di Kabupaten Bantul agar menahan diri dan tidak masuk dalam politik praktis termasuk mencampuri keinginan anggota DPRD Bantul yang mengajukan hak interpelasi.
”Hak interpelasi itu dijamin undang-undang dan konstitusi. Interpelasi jangan dianggap sesuatu yang menakutkan, tapi wajar terjadi di negara yang menganut azas demokrasi,” ingat Fuad.
Sebagai ormas di bawah Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah mendukung penuh langkah anggota DPRD dan eksekutif Bantul dalam mewujudkan pemerintahan bersih dan bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Pengawasan yang dilakukan lembaga DPRD Bantul, kata Fuad, merupakan kunci utama tercapainya good governance (tata pemerintahan yang baik) dan clean government (pemerintahan bersih).
”DPRD Bantul bertugas mengawasi kinerja eksekutif. Bila memang ada yang tidak beres, DPRD wajib mengingatkan termasuk memberikan penilaian,” jelas Fuad.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto menjelaskan, hak interpelasi batal dibahas dalam forum badan musyawarah kemarin (9/2). Sebab, Ketua DPRD Tustiani belum menandatangi surat balasan kepada pengusul hak interpelasi.
”Kami tungguh niat baik ketua dewan, tidak hanya soal interpelasi tapi juga surat kepada dua fraksi yang mempertanyakan pimpinan alat kelengkapan terpilih,” terang Arif.
Arif mengingatkan, dalam rapat pimpinan dewan yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, ketua dewan sanggup menandatangani surat balasan kepada pengusul interpelasi dan dua fraksi lain (PDI Perjuangan dan Golkar).
”Sebagai ketua dewan seharusnya beliau bisa membedakan antara tugas negara dengan kepentingan partai politik,” jelas politikus PKS ini. (mar/tya)

Sabtu, 04 Februari 2012

Hormati Kegiatan, Belum Akui Pimpinan Alkap

*FPDIP-Golkar Ikut Banleg ke Jakarta

BANTUL (RadarJogja) - Hubungan antarfraksi di DPRD Bantul mulai mencair. Hubungan sempat menegang pascakocok ulang alat kelengkapan (alkap) pertengahan Januari lalu. Cairnya hubungan tersebut menyusul mulai aktifnya anggota Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar dalam kegiatan alkap. Mereka sudah bekerja bersama para anggota fraksi lain yang kini mendominasi pimpinan alkap.
Sebelumnya, anggota Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar sempat menyatakan siap ”memboikot” seluruh kegiatan yang dijadwalkan alkap. Mereka menilai pimpinan alkap yang terpilih dalam rapat paripurna Senin (16/1) tidak sah. Saat itu, anggota kedua fraksi itu melakukan aksi meninggalkan ruang paripurna.
Kini, anggota kedua fraksi itu legawa. Sikap itu dibuktikan sejumlah anggota Fraksi PDIP dan Golkar yang ditugaskan di Badan Legislasi (Banleg). Mereka sudah mulai mengikuti kegiatan alkap yang dipimpin Aslam Ridlo.
Kegiatan itu ialah konsultasi ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta pada 1 Februari. ”Seluruh anggota Banleg berjumlah 12 orang termasuk dari Fraksi PDI Perjuangan dan Golkar ikut ke Jakarta,” kata Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto kepada Radar Jogja kemarin (3/2). Arif turut mendampingi Banleg ke Jakarta.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang ditugaskan di banleg ialah Eko Julianto Nugroho, Basuki Rahmat, Uminto Giring Wibowo, Gunawan, dan Dwi Kristianto. Sedangkan anggota Banleg asal Fraksi Golkar ialah Suwardi, yang sebelumnya menjabat ketua banleg.
Menurut Arif, kegiatan banleg ke Depkum-HAM bertujuan untuk berkonsultasi rencana peraturan daerah (perda) akan diterbitkan pada triwulan pertama. Di antaranya, raperda tentang pengelolaan dana bergulir yang merupakan inisiatif Komisi B. Selain itu, raperda pengelolaan GOR Sultan Agung, rumah susun, dan perubahan perda tentang pamong desa.
Arif berharap seluruh anggota alkap dapat aktif kembali sehingga kegiatan alkap yang sudah direncanakan dapat berjalan sesuai jadwal. ”Keberhasilan program eksekutif tidak lepas dari keaktifan anggota alkap di setiap kegiatan. Apabila rapat dan kegiatan alkap sering tidak kuorum maka yang dirugikan Pemkab Bantul, terlebih masyarakat Bantul,” tegas dia.
Eko Julianto Nugroho menepis tudingan Fraksi PDI Perjuangan memboikot kegiatan alkap. Dia menegaskan, sesuai hasil rapat internal Fraksi PDI Perjuangan tetap mengakui komposisi anggota alkap. Hanya saja, Fraksi PDI Perjuangan tidak mengakui keberadaan pimpinan alkap terpilih.
”Kami tidak memboikot kegiatan alkap. Kami masih aktif di alkap. Tapi kami mempertanyakan keabsahan pimpinan alkap terpilih,” kata Eko.
Senada dengan Eko, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Hanung Raharjo ST mengaku kecewa terhadap tiga pimpinan dewan yang tidak menanggapi surat yang dikirimkan fraksinya sehari setelah kocok ulang alkap. Tidak adanya tanggapan itu membuat fraksinya berniat mengirimkan kembali surat kepada pimpinan dewan. ”Kami akan mempertanyakan lagi,” kata Hanung.
Hanung menegaskan, fraksinya menghormati undangan pimpinan dewan dan pimpinan alkap hasil kocok ulang. ”Berkaitan dengan kegiatan alkap, kami menyesuaikan,” terangnya. (mar/amd)

Delete this element to display blogger navbar