Kamis, 19 Januari 2012

ALAT KELENGKAPAN DPRD BANTUL

Partai Besar Marah Tak Kebagian Kursi

YOGYAKARTA (KoranTempo) -- Pemimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar DI Yogyakarta marah dan kecewa karena tak ada anggota kedua partai itu yang duduk dalam alat kelengkapan DPRD Kabupaten Bantul yang dikocok ulang. "Jelas kecewa sekali," ujar Bendahara PDI Perjuangan DIY, Youke Indra Agung, kemarin. Youke merasa partainya diserang, meski dengan cara yang sah dan tak melanggar hukum. "Wong PDIP di Bantul menang, tapi kok bisa sampai enggak kebagian kursi di alat kelengkapan."

Kocok ulang alat kelengkapan DPRD Bantul itu berlangsung dalam rapat paripurna Senin malam lalu. Hasilnya, tak satu pun anggota PDIP dan Golkar yang menduduki jabatan alat kelengkapan Dewan di empat komisi, badan legislatif, dan Badan Kehormatan. "Itu sangat lucu, partai besar kok bisa enggak dapat kursi," ujar Wakil Ketua Golkar DIY Ranny Widyawati Rumintarto. Menurut dia, perlu dikaji ulang pengisian alat kelengkapan itu. "Apakah proses pemilihannya sudah sah."

Fraksi PDIP dan Golkar DPRD Bantul pun melayangkan surat protes kepada pemimpin DPRD Bantul kemarin sore. Mereka mempertanyakan keabsahan hasil keputusan sidang paripurna tentang perubahan komposisi pimpinan alat kelengkapan Dewan. Agus Subagyo, Ketua Fraksi Golkar DPRD Bantul, menilai keputusan sidang paripurna melanggar isi Tata Tertib DPRD Bantul Nomor 1 Tahun 2011 yang berbunyi: pengambilan keputusan alat kelengkapan Dewan harus dari dan oleh anggota. "Semua anggota Fraksi Golkar diperintah tak mengikuti dulu kegiatan semua alat kelengkapan Dewan," ujarnya kemarin.

Menurut Agus, semestinya sidang paripurna tak dilanjutkan ke penentuan posisi pemimpin alat kelengkapan Dewan saat semua anggota Fraksi Golkar dan PDIP walk out. Anggota kedua fraksi itu keluar dari ruang sidang saat paripurna karena menolak ketentuan jumlah anggota tiap komisi diputuskan lewat voting. Fraksi PDIP dan Golkar menginginkan penempatan jumlah anggotanya di tiap komisi tak dibatasi, sedangkan lima fraksi lain menolak. Lima fraksi lain menginginkan jumlah anggota tiap komisi merata.

Hanung Raharjo, juru bicara Fraksi PDIP DPRD Bantul, menilai salah satu klausa Tatib, yang menyatakan tiap pengambilan keputusan harus dihadiri setengah jumlah anggota lebih dari satu, berlaku juga dalam komisi. "Tak hanya di sidang paripurna," katanya. "Di Komisi A ada 13 anggota, 6 dari PDIP dan 1 dari Golkar. "Jadi, kalau kami keluar, berarti tidak mencapai kuorum."

Tapi, Arif Haryanto, Wakil Ketua III DPRD Bantul, memastikan semua keputusan dalam pengocokan ulang komposisi alat kelengkapan Dewan sesuai dengan Tata Tertib DPRD Bantul Nomor 1 Tahun 2011. "Kronologi pengambilan keputusan harus diperhatikan," katanya. Misalnya, proses pembahasan posisi pemimpin alat kelengkapan Dewan sudah sah karena dilakukan setelah sidang paripurna menetapkan perubahan komposisi anggota. "Meski penetapannya terjadi setelah 19 anggota dari 44 yang hadir walk out, keputusan itu mencapai kuorum," ujar Arif.

Apalagi, kata dia, bagian hukum DPRD Bantul saat itu membenarkan keputusan pemimpin sidang paripurna. "Nama anggota kedua fraksi tak diusulkan jadi pimpinan, karena mereka tak hadir dalam pembahasan," ujar Arif. Menurut dia, komposisi jumlah anggota Komisi tak diubah, karena surat pengajuan tentang daftar anggota Komisi dari Fraksi PDIP dan Golkar tak dicabut saat mereka walk out. "Jadi pembahasan posisi pimpinan di alat kelengkapan Dewan didasarkan pada keputusan paripurna itu."

Pembahasan penentuan posisi pemimpin alat kelengkapan Dewan juga tak menyalahi Tata Tertib karena pada peraturan hanya ada kalimat: pimpinan

alat kelengkapan Dewan ditentukan dari dan oleh anggota. Adapun dalam pengambilan keputusan, ada klausa berbunyi: bisa dengan musyawarah atau suara terbanyak. "Jadi jelas tak ada yang melanggar Tatib," katanya.l PRIBADI WICAKSONO | ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar