Sabtu, 31 Desember 2011

DPRD Bantul Kawal Jamkesda 2012

BANTUL (KRjogja.com) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mengawal pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Daerah di kabupaten ini yang akan mulai diberlakukan pada 2012.

"Kami sudah meminta teman-teman di Komisi D DPRD untuk mengawal program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), untuk mengetahui berbagai keluhan yang mungkin terjadi di masyarakat," kata Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto di Bantul, Sabtu (31/12).

Menurut dia, dalam APBD Bantul 2012 dana program Jamkesda disepakati sebesar Rp6 miliar untuk meng-"cover" warga miskin atau kurang mampu yang belum memiliki jaminan kesehatan baik jamkesmas maupun jamkesos.

"Dana itu kemungkinan baru bisa meng-"cover" sebanyak 150.000 jiwa warga miskin dari total penduduk Bantul sebanyak 935.000 jiwa. Pengawalan itu dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya warga yang benar-benar miskin yang tercecer," katanya.

Ia mengatakan terkait sasaran dalam program Jamkesda tersebut, akan disesuaikan dengan `by name` yang telah didata oleh Badan Kesejahteraan Keluarga Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKK PP KB) Bantul.

"Kita berharap pelaksanaan program jamkesda yang baru akan berjalan nanti dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Jika memungkinkan dalam APBD Perubahan anggaran akan ditambah," katanya.

Sementara itu, Kepala BKK PP KB Bantul Joko Sulasno Nimpuno mengatakan ada 11 kriteria untuk menentukan calon penerima jamkesda, sementara yang memang tidak sesuai kriteria kalau ada peluang bisa diusulkan ke jamkesmas atau jamkesos.

Menurut dia, kriteria penerima jamkesda di antaranya keluarga memang tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, atau hanya bisa makan dua kali sehari, tidak bisa membiayai sekolah dan kesehatan serta rumah tidak layak huni. (Ant/Tom)

Tahun 2012 DPRD Bantul Bahas 14 Raperda

BANTUL (KRjogja.com) - DPRD Bantul pada tahun anggaran 2012 akan menyusun dan membahas sebanyak 14 rancangan peraturan daerah. Dari sebanyak 14 Raperda itu tujuh di antaranya merupakan prakarsa dari DPRD dan sisanya diusulkan dari eksekutif atas perkembangan masyarakat maupun pemerintah daerah guna menyesuaikan situasi dan kondisi.

"Dari tujuh raperda prakarsa DPRD, satu raperda di antaranya merupakan inisiatif perorangan, empat raperda dari masing-masing komisi (empat komisi), dan sisanya dari anggota lintas fraksi, maupun badan legislasi (Banleg)," kata Wakil Ketua DPRD Bantul, Arif Haryanto di Bantul, Sabtu (31/12).

Ia mengatakan, untuk menyusun dan membahas raperda akan melalui serangkaian pembahasan di komisi-komisi di DPRD bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hingga panitia khusus (Pansus) ketika masuk pembahasan lebih tinggi.

"Dalam menyelesaikan penyusunan dan pembahasan raperda sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni dengan pola triwulan atau tiga bulan sekali. Tiap triwulan antara tiga hingga empat raperda," katanya.

Menurut dia, semenatara selama tahun anggaran 2011 ini DPRD telah menyelesaikan sebanyak 15 Raperda, empat raperda di antaranya disusun dan yang disahkan merupakan inisiatif dari DPRD Bantul. "Dalam menjalankan fungsi legislasi tahun 2011, sejumlah pekerjaan yang diamanatkan berhasil diselesaikan teman-teman DPRD dengan baik, lancar dan suskes sesuai target dan amanat peraturan perundang-undangan," katanya.

Ia mengatakan, sebanyak empat raperda pada 2011 yang merupakan inisiatif atau usulan dari DPRD itu antara lain, Perda tentang Perlindungan Tenaga Kerja dan Perda tentang Pengolahan Sampah. "Kemudian, Perda tentang Penataan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi Bersama dan Perda tentang Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa," katanya.

Sedangkan perda yang diusulkan eksekutif di antaranya Perda tentang Penyertaan Modal Daerah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perda tentang Perizinan Bidang Perdagangan dan Perindustrian dan Perda tentang Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

"Ada juga satu pencabutan Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang perubahan kedua atas Perda Nomor 16 tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di lingkungan Pemkab Bantul," katanya. (Ant/Van)

DPRD Bantul Bahas 14 Raperda Pada 2012

Bantul (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun anggaran 2012 akan menyusun dan membahas sebanyak 14 rancangan peraturan daerah. "Raperda yang masuk Program legislasi daerah (Prolegda) kita pada 2012 sebanyak 14 Raperda, sesuai amanat semua raperda itu harus diselesaikan," kata Wakil Ketua DPRD Bantul, Arif Haryanto di Bantul, Sabtu. Menurut dia, dari sebanyak 14 Raperda itu tujuh di antaranya merupakan prakarsa dari DPRD, dan sisanya diusulkan dari eksekutif atas perkembangan masyarakat maupun pemerintah daerah guna menyesuaikan situasi dan kondisi. "Dari tujuh raperda prakarsa DPRD, satu raperda di antaranya merupakan inisiatif perorangan, empat raperda dari masing-masing komisi (empat komisi), dan sisanya dari anggota lintas fraksi, maupun badan legislasi (Banleg)," katanya. Ia mengatakan, untuk menyusun dan membahas raperda akan melalui serangkaian pembahasan di komisi-komisi di DPRD bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hingga panitia khusus (Pansus) ketika masuk pembahasan lebih tinggi. "Dalam menyelesaikan penyusunan dan pembahasan raperda sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni dengan pola triwulan atau tiga bulan sekali. Tiap triwulan antara tiga hingga empat raperda," katanya. Menurut dia, semenatara selama tahun anggaran 2011 ini DPRD telah menyelesaikan sebanyak 15 Raperda, empat raperda di antaranya disusun dan yang disahkan merupakan inisiatif dari DPRD Bantul. "Dalam menjalankan fungsi legislasi tahun 2011, sejumlah pekerjaan yang diamanatkan berhasil diselesaikan teman-teman DPRD dengan baik, lancar dan suskes sesuai target dan amanat peraturan perundang-undangan," katanya. Ia mengatakan, sebanyak empat raperda pada 2011 yang merupakan inisiatif atau usulan dari DPRD itu antara lain, Perda tentang Perlindungan Tenaga Kerja dan Perda tentang Pengolahan Sampah. "Kemudian, Perda tentang Penataan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi Bersama dan Perda tentang Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa," katanya. Sedangkan perda yang diusulkan eksekutif di antaranya Perda tentang Penyertaan Modal Daerah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perda tentang Perizinan Bidang Perdagangan dan Perindustrian dan Perda tentang Tempat Pelelangan Ikan (TPI). "Ada juga satu pencabutan Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang perubahan kedua atas Perda Nomor 16 tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di lingkungan Pemkab Bantul," katanya.

Jumat, 30 Desember 2011

Anggaran Pendapatan Bantul Berkurang

Arif Haryanto : Anggaran Pendapatan Bantul memang berkurang, namun berkurangnya tersebut tidak substansial, hanya karena mekanisme saja yang disesuaikan. Juga termasuk adanya pengurangan bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi yang turun sebesar Rp 2,8 M

Kamis, 22 Desember 2011

RSUD Panembahan Senopati tak layak jadi RS kelas B

BANTUL (HARJO)—RSUD Panembahan Senopati Bantul dinilai belum memenuhi klasifikasi rumah sakit Kelas B Non Pendidikan baik dari unsur pelayanan maupun sumber daya manusia (SDM). Sistem informasi manajamen (SIM) rumah sakit tersebut juga diketahui belum penuh sehingga terjadi perbedaan penerimaan sebesar Rp182 juta.

Dua permasalahan itu menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 22/LHP/XVIII. YOG/10/2011, tertanggal 6 Oktober 2011 dan ditandatangani Kepala Perwakilan Provinsi DIY, Sunarto.

Ketersediaan unsur pelayanan dan SDM RSUD bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 142/Menkes/SK/I/2007, 31 Januari 2007, bahwa RSUD sebagai rumah sakit kelas B Non Pendidikan.

Berdasarkan Permenkes Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, terdapat unsur-unsur yang dipenuhi RSUD Panembahan Senopati, namun belum tercapai. Misalnya dalam pelayanan medik spesialis, RSUD Panembahan memiliki 12 pelayanan medik. Dalam peraturannya, ketersediaan dokter spesialis disyaratkan delapan orang dari 13 pelayanan. Namun RSUD Panembahan baru memiliki enam dokter.

Jenis pelayanan tersebut adalah spesialis medik mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa dan orthopedi. Sisanya untuk dokter spesialis jantung, paru, urologi, bedah saraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik, RSUD Panembahan belum memilikinya. Tak hanya itu, standar minimal dua pelayanan subspesialis juga belum dimiliki.

Badan Pemeriksa Keuangan juga melaporkan terjadi perbedaan jumlah penerimaan yang berasal dari pasien umum versi kasir dengan SIM RS Panembahan sebesar Rp182.007.660.

”Kondisi ini akan memengaruhi manajemen RSUD dalam melakukan pengambilan keputusan yang terkait dengan penerimaan RSUD, ke mana uang ini?” ujar Wakil Ketua DPRD III Bantul, Arif Haryanto, Kamis(22/12). Menurut dia, DPRD Bantul telah membentuk panitia khusus (Pansus) untuk melihat lebih jauh manajemen di RSUD Panembahan.

Anggota Pansus, Jupriyanto mengatakan, Pansus tengah fokus pada kurangnya ketersediaan SDM dan belum mengarah pada perbedaan penerimaan.

Ditemui terpisah, Wakil Direktur Pelayanan RSUD Panembahan, Gandung Bambang Hermanto mengaku ada beberapa dokter yang sedang sekolah spesialis jantung, urologi, dan paru-paru. Soal perbedaan penerimaan, dia membantah uang tersebut keluar untuk keperluan non rumah sakit. Menurutnya angggaran itu tetap ada.(Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Jumat, 16 Desember 2011

Pemkab Bantul Akan Hitung Ulang Aset

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL- Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berencana menghitung ulang nilai aset yang saat ini tercatat dalam buku rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2012 sebesar Rp 2,1 triliun.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Bantul Tri Saktiyana di Bantul, Jumat, mengatakan, untuk melakukan penghitungan nilai aset kabupaten itu pihaknya menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Tim inventarisasi saat ini sedang mencatat berbagai aset yang nantinya akan dihitung ulang, sedangkan tim penilai yang akan menghitung setelahnya, tim penilai itu dari kami sendiri, tapi ada pendampingan dari BPKP," katanya.

Menurut dia, penghitungan aset akan difokuskan pada tiga pengelompokan, yakni berupa tanah, bangunan, dan konstruksi yang masih dalam pengerjaan seperti stadion Sultan Agung, sehingga tidak perlu menunggu selesai baru dinilai.

"Aset yang paling tinggi adalah jembatan, jalan dan saluran irigasi. Semuanya nanti akan kami nilai ulang karena kalau tanah tentu cenderung naik, namun kalau barang turun karena mengalami penyusutan," katanya.

Ia mengatakan, begitu halnya dengan tanah dalam proyek gagal Bantul Kota Mandiri (BKM) di Pajangan dan Kasihan juga tidak akan luput dalam penilaian aset ulang."Ya pasti itu kami hitung karena itu kan termasuk aset Bantul," katanya.

Menurut dia, dalam penghitungan aset pihaknya memang sengaja untuk fokus pada tiga pengelompokan tersebut karena ada kemungkinan banyak hal yang menjadi hambatan dalam inventarisasi nanti, seperti hilangnya data lama yang harus dilacak.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, Arif Haryanto, mengatakan, nilai aset Bantul yang tercatat dalam buku RAPBD tahun anggaran 2012 sebesar Rp2,1 triliun itu dinilai tidak wajar.

"Tidak wajar angka itu, seharusnya aset Bantul tidak segitu. Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah menanyakan nilai aset itu dan meminta agar dinilai oleh tim aprassial," katanya.

Menurut dia, dalam RAPBD 2012, tercatat aset tanah nilainya sebesar Rp45,9 miliar, peralatan dan mesin sebesar Rp288,1 miliar, gedung dan bangunan sebesar Rp605,4 miliar, dan jalan, saluran irigasi dan jembatan sebesar Rp1,2 triliun, aset tetap sebesar Rp52,5 miliar dan konstruksi dalam pengerjaan sebesar Rp26,4 miliar.

Ia mengatakan, diprediksikan masih banyak aset di Bantul yang selama ini belum terdata oleh DPKAD Bantul. "Misalnya dalam pengelompokan bangunan itu, gedung DPRD Bantul selama ini belum tercatat sebagai aset daerah," katanya. (*)

Editor : Ibnu Taufik Juwariyanto

Kamis, 01 Desember 2011

Pembahasan RAPBD Alot

Pengesahan RAPBD 2012 Kabupaten Bantul Molor

BANTUL (KRjogja.com) - Pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2012 molor. Hal itu dikarena pembahasan di komisi belum selesai.

Rapat paripurna pengesahan RAPBD 2012 dijadwalkan dilaksanakan Kamis (1/12) pukul 13. 00 WIB. Namun baru dimulai sekitar pukul 14.45. Rapat tersebut harus ditunda, karena Komisi D belum bertemu dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

"Sejak pagi TAPD secara maraton rapat dengan Komisi A, B dan C. Sedangkan hingga sore ini, kami belum melakukan pembahasan dengan TAPD. Dengan berat hati kami minta diberikan waktu untuk melakukan pembahasan dengan TAPD," kata Ketua Komisi D Fachrudin.

Anggota Komisi A Basuki Rahmat SE meminta kepada pimpinan DPRD, agar pengesahan tetap dilakukan pada hari itu juga, meskipun digelar malam hari. "Karena para anggota dewan sudah lelah semua, kami berharap pengesahannya tetap hari ini juga. Meskipun harus ditunda nanti malam," kata Basuki.

Sedangkan Wakil Ketua DPRD Arif Haryanto berpendapat, pembasan yang dilakukan oleh komisi nantinya akan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, masing-masing anggota komisi akan melaporkan ke ketua fraksinya, sehingga kalau dipaksakan akan selesai hingga larut malam.

"Jadi saya tetap mengusulkan, biar Badan Musyawarah untuk melakukan rapat. Yang jelas, pengesahan ini tidak akan sampai hari Senin," kata Arif.

Setelah rapat paripurna dibubarkan dan Badan Musyawarah menggelar rapat, akhirnya diputuskan rapat paripurna dengan agenda penyampaian laporan Komisi-Komisi DPRD Bantul dan pengambalian keputusan terhadap hasil pembahasan Raperda tentang APBD 2012 dilaksanakan, Kamis malam pukul 22.00 WIB.

Seperti diketahui, RAPBD Kabupaten Bantul tahun anggaran 2012 sebesar Rp 1,237 triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan Rp 329,029 miliar atau 36,22 persen dari tahun anggaran 2011.(*-1)

Selasa, 22 November 2011

RSUD Panembahan Senopati tak layak jadi RS kelas B

BANTUL—RSUD Panembahan Senopati Bantul dinilai belum memenuhi klasifikasi rumah sakit Kelas B Non Pendidikan baik dari unsur pelayanan maupun sumber daya manusia (SDM). Sistem informasi manajamen (SIM) rumah sakit tersebut juga diketahui belum penuh sehingga terjadi perbedaan penerimaan sebesar Rp182 juta.

Dua permasalahan itu menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 22/LHP/XVIII. YOG/10/2011, tertanggal 6 Oktober 2011 dan ditandatangani Kepala Perwakilan Provinsi DIY, Sunarto.

Ketersediaan unsur pelayanan dan SDM RSUD bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 142/Menkes/SK/I/2007, 31 Januari 2007, bahwa RSUD sebagai rumah sakit kelas B Non Pendidikan.

Berdasarkan Permenkes Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, terdapat unsur-unsur yang dipenuhi RSUD Panembahan Senopati, namun belum tercapai. Misalnya dalam pelayanan medik spesialis, RSUD Panembahan memiliki 12 pelayanan medik. Dalam peraturannya, ketersediaan dokter spesialis disyaratkan delapan orang dari 13 pelayanan. Namun RSUD Panembahan baru memiliki enam dokter.

Jenis pelayanan tersebut adalah spesialis medik mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa dan orthopedi. Sisanya untuk dokter spesialis jantung, paru, urologi, bedah saraf, bedah plastik, dan kedokteran forensik, RSUD Panembahan belum memilikinya. Tak hanya itu, standar minimal dua pelayanan subspesialis juga belum dimiliki.

Badan Pemeriksa Keuangan juga melaporkan terjadi perbedaan jumlah penerimaan yang berasal dari pasien umum versi kasir dengan SIM RS Panembahan sebesar Rp182.007.660.

”Kondisi ini akan memengaruhi manajemen RSUD dalam melakukan pengambilan keputusan yang terkait dengan penerimaan RSUD, ke mana uang ini?” ujar Wakil Ketua DPRD III Bantul, Arif Haryanto, Kamis(22/12). Menurut dia, DPRD Bantul telah membentuk panitia khusus (Pansus) untuk melihat lebih jauh manajemen di RSUD Panembahan.

Anggota Pansus, Jupriyanto mengatakan, Pansus tengah fokus pada kurangnya ketersediaan SDM dan belum mengarah pada perbedaan penerimaan.

Ditemui terpisah, Wakil Direktur Pelayanan RSUD Panembahan, Gandung Bambang Hermanto mengaku ada beberapa dokter yang sedang sekolah spesialis jantung, urologi, dan paru-paru. Soal perbedaan penerimaan, dia membantah uang tersebut keluar untuk keperluan non rumah sakit. Menurutnya angggaran itu tetap ada.(Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Sabtu, 27 Agustus 2011

Belum Genap 2 Bulan, Helmi Dicopot

Jadi Staf Ahli, Kepala DPKAD Dijabat Bejo

BANTUL- Belum genap dua bulan menjabat Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD), Helmi Jamharis dicopot dari jabatannya oleh Bupati Bantul Sri Suryawidati. Jabatan yang ditinggalkan Helmi diisi Bejo Utomo. Selanjutnya Helmi menduduki posisi jabatan baru sebagai staf ahli bidang kemasyarakatan.
Berdasarkan informasi terpercaya Radar Jogja, pelantikan Helmi dilakukan di ruang Wakil Bupati Bantul Sumarno Kamis (25/8) sekitar pukul 14.00. Pelantikan ini berlangsung tertutup. Baik untuk kalangan pejabat teras Pemkab Bantul maupun para wartawan.

Dari informasi yang sama, pencopotan Hilmi yang terkesan mendadak ini dipicu sikapnya yang ogah mencairkan dana hibah ke Persiba Bantul senilai Rp 4,5 miliar atas pemintaan Idham Samawi yang tak lain ialah suami dari Bupati Bantul Sri Suryawidati. Idham adalah Ketua Umum sekaligus Manajer Persiba Bantul.
Sikap Hilmi tersebut membuat Idham meradang. Bahkan, dalam rapat tertutup di komplek Pemkab Bantul yang membahas pencairan dana hibah persiba sempat terjadi ketegangan antara Hilmi dengan bupati Bantul. Karena Hilmi bersikukuh tak mau mencairkan dana hibah, rapat akhirnya dipindah ke rumah dinas bupati Bantul. Dalam rapat terbatas ini, Ida, sapaan akrab Sri suryawidati memutuskan mencopot Hilmi. Selanjutnya Kepala DPKAD dijabat Bejo Utomo.

Kamis (25/8) Kepala BKD Bantul Maman Permana membantah ada mutasi, ketika ditanya para wartawan. ’’Tidak ada mutasi,’’ ujar Maman singkat.
Namun, kemarin (26/8), Maman mengakui jika sebelumnya sudah tahu pemutasian tersebut. Dia mengakui memang Helmi dimutasi menjadi staf ahli bupati bagian SDM dan Kemasyarakatan. Pelantikannya tepat ketika Maman sedang diwawancarai oleh wartawan. Menurutnya, hal tersebut sudah dibicarakan sejak dua hari lalu oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Maman berdalih, pelantikan dilakukan di ruang dan oleh wabup. Itu karena bupati sedang melayat, sehingga digantikan oleh wabup. ’’Kemarin tidak saya beri tahu karena masih rahasia jabatan,’’ ujarnya saat ditemui wartawan di Komplek Pemkab Bantul.

Kamis sore juga beredar kabar melalui SMS dan BBM di kalangan wartawan terkait pemutasian Helmi. Hemi dicopotkarenak tidak mau menandatangani pencairan dana Rp 4,5 miliar untuk Persiba sebelum ada keputusan dari provinsi. Helmi dianggap mempersulit turunnya dana untuk klub sepak bola Bantul tersebut.
Maman menampik hal tersebut. Menurutnya, mutasi itu adalah hal biasa sebagai bentuk penyegaran organisasi. Memang, katanya, untuk menjadi seorang kepala DPKAD harus spesifik, dan menguasai keuangan. Karena keuangan adalah jantung Pemda.

Menurutnya, Helmi tidak punya pengalaman spesifik terkait keuangan. Karena pengalamannya adalah Camat Sewon dan Kepala Dinas Perijinan. ’’ Dulu dipilih tidak melalui fit and proper test karena ia Eselon II. Selain itu karena ia dianggap baik diantara pejabat eselon II lainnya. Sekalian biar bisa belajar,’’ ujarnya.
Mengapa kesannya terburu – buru? Menurut Maman, itu karena pertimbangan Baperjakat. Baperjakat memberikan pertimbangan ke bupati. Dan bupati punya hak prerogatif untuk memutuskan apakah dipertahankan atau dipindah. ’’Apa alasan Baperjakat, tanya Pak Toni (plt Sekda) saja,’’ ujar Maman.
Saat ini DPKAD Bantul dipegang Pelaksana Harian (Plh) Bedjo Utomo yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Sekda (Asekda) III. Maman memaparkan pihaknya sedang mengajuan fit and proper test untuk posisi kepala DPKAD ke gubernur. Maman menyebut ada tiga nama yang diajukan. Namun dia enggan menyebutkan. ’’Calonnya eselon III dari dinas-dinas, khususnya DPKAD dan Bappeda,’’ katanya.
Ketua Baperjakat Riyantono mengatakan, alasan pemutasian tersebut karena kebutuhan organisasi. Toni, tidak merasa ada yang aneh dengan pemutasian yang terkesan cepat tersebut. ’’Dua minggu saja boleh diganti,’’ papar Plt Sekda Bantul ini.
Sedangkan Bupati Bantul Sri Suryawidati berdalih, pemutasian tersebut karena ia sedang butuh staf ahli yang membantu segala urusan bupati. ’’Nggak mendadak. Sudah ada evaluasi dari Baperjakat dan saya menyetujui. Apa usulannya tanya langsung ke Baperjakat,’’ katanya kemarin.

Ida menampik keterkaitan pemutasian Helmi dengan dana Persiba. Menurutnya dana Persiba memang belum bisa dicairkan karena masih ada beberapa verifikasi yang mesti diselesaikan. ’’Ceritanya gak seperti itu. Ini nggak ada masalah apa-apa,’’ katanya.
Helmi Jamharis, ketika dihubungi mengungkapkan, bahwa ia baru tahu pemutasiannya hari H pelantikan (25/8). Kemungkinan, lanjutnya, rencananya sudah lama karena ia tidak tahu. ’’ Tapi, informasi yang saya terima baru hari H,’’ ujarnya.
Menurutnya mendadak atau tidak bukan poin penting baginya. Sebab, tidak ada aturan baku berapa lama harus menjabat dan dimutasi. Karena itu, sebagai staf pemerintah ia siap ditempatkan dimana saja. Ia juga menampik isu Persiba tersebut.
Namun menurutnya dana Persiba memang sebaiknya lewat persetujuan provinsi. ’’ Bupati punya pertimbangan sendiri kenapa harus memutasi saya,’’ tandasnya. (hed/mar)

Hibah ke KONI Bukan Persiba

JOGJA – Heboh dana hibah Pemkab Bantul sebesar Rp 4,5 miliar yang diberitakan dialamatkan pada tim kesebelasan Persiba (Persatuan Sepak Bola Bantul), terjawab sudah. Meski besar kemungkinan dana itu memang untuk membiayai Persiba, namun dalam pengalokasian dana, dialamatkan ke KONI Bantul.
Pelaksana Tugas Sekprov DIJ Ichsanuri mengatakan, Pemprov DIJ telah mengevaluasi rencana APBD Perubahan 2011 Kabupaten Bantul. Dari hasil evaluasi tersebut, pemprov telah meneliti anggaran yang tengah menjadi sorotan publik. Yakni, alokasi anggaran hibah untuk Persatuan Sepak Bola Bantul (Persiba) sebesar Rp 4,5 miliar
“Dari evaluasi, kita tidak ditemukan anggaran hibah untuk Persiba,” ujar Pelaksana Tugas Sekprov DIJ Ichsanuri kemarin (26/8).
Ditemui usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD DIJ, Ichsanuri mengatakan, dari kajian yang dilakukan pemprov hanya menemukan anggaran Rp 4,5 miliar untuk hibah Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI) Bantul. Karena untuk KONI, sesuai aturan perundang-undangan tidak ada larangan. Hibah serupa untuk KONI DIJ juga dilakukan pemprov.
“Sepanjang untuk KONI dalam rangka pembinaan olahraga daerah tidak ada masalah,” katanya.
Meski tercantum untuk KONI Bantul, Ichsanuri tidak begitu ingat rincian penggunaan dana hibah tersebut. Secara teknis masalah itu data terkait rincian hibah ada di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Provinsi DIJ. "Data kita hibah itu untuk KONI bukan Persiba. Maka kita tidak masalahkan," ujar pejabat yang dikenal low profile ini.
Disinggung bila kemudian anggaran itu dialihkan ke Persiba, Ichsanuri mengatakan, hal itu bukan menjadi tanggung jawab pemprov. Penggunaan hibah yang tidak sesuai ketentuan menjadi tanggung jawab Pemkab Bantul. “Kalau tak sesuai aturan, maka risikonya yang bertanggung jawab pemkab setempat,” tegas mantan kepala Bawasda DIJ ini.
Alumnus FE UPN ini mengatakan dengan tidak ditemukannya hibah untuk Persiba, maka fungsi evaluasi APBD yang dilakukan pemprov telah selesai. Ia berharap
Pemkab Bantul mengindahkan peraturan perundang-undangan terkait hibah dan bantuan sosial.Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011, klub profesional tidak diizinkan menerima hibah. “Aturan itu harus dipedomani,” pintanya. (kus)

4 Pelajar Bantul Ikuti Olimpiade Sains

BANTUL (SINDO) – Sebanyak empat pelajar SMA Bantul siap menorehkan sejarah prestasinya di ajang Olimpiade Sains Nasional di Manado,Sulawesi Utara. Para duta kabupaten tersebut akan mewakili DIY dalam bidang mata pelajaran Biologi, Kimia dan Kebumian.

Dari empat pelajar berprestasi tersebut, tiga di antaranya siswa SMAN 1 Bantul. Mereka adalah Ifatul Khasanah untuk mata pelajaran Biologi, Budi Setiawan untuk mata pelajaran Kimia, serta Ahmad Rif’an untuk mata pelajaran Kebumian. ”Satu lagi atas nama Khoitul Lisar, pelajar SMAN Jetis.

Dia akan ikut dalam kompetisi mata pelajaran Kebumian juga,” papar Kepala Seksi Kurikulum dan Tenaga Kerja Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal (Disdikmenof) Suherman kepada wartawan, kemarin. Keempat pelajar tersebut telah lolos seleksi dari tingkat kabupaten hingga tingkat provinsi. Dengan demikian, mereka berhak mewakili Provinsi DIY dalam Olimpiade Sains Nasional tingkat SMA tersebut.

Direncanakan, agenda akbar berskala nasional ini akan digelar pada 11–16 September mendatang. Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengatakan,sebenarnya banyak bibit penerus yang berprestasi di Bantul.Untuk itu, dia berharap pemkab bisa memberikan stimulan dengan anggaran yang jelas.

”Sebenarnya upaya memberikan anggaran untuk siswa berprestasi ini sangat diperlukan. Karena tumpuan generasi kita ada pada pelajar,”ungkapnya. Menurutnya, langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dengan menambah anggaran untuk bidang pendidikan. ”Ini lebih konkret dan mengena,” pungkasnya. suharjono

Rabu, 24 Agustus 2011

Persiba dan PSS aman, PSIM terkendala

Persiba dan PSS aman, PSIM terkendala

HARIAN JOGJA--Persiba Bantul dan PSS Sleman masuk dalam 13 daftar klub yang berada pada posisi aman terkait proses verifikasi yang dilakukan PSSI. Sementara PSIM masih terkendala dalam proses kelengkapan dokumen verifikasi.
Namun, PSSI menyatakan daftar klub yang mengikuti liga profesional yang dikeluarkan oleh PSSI belum merupakan hasil final dari proses verifikasi.
Di antara 18 klub ISL, sementara baru ada 16 klub yang dinyatakan memenuhi kelengkapan administrasi. Dua klub yang belum lengkap dokumen administrasi verifikasi tersebut adalah juara ISL musim lalu, Persipura Jayapura dan peringkat empat ISL, Semen Padang.

“Itu belum hasil final, artinya itu baru pendataan sejumlah klub yang telah mengajukan berkas kelengkapan administrasi verifikasi ke PSSI. Nantinya masih ada proses ranking klub setelah benar-benar kami lakukan proses verifikasi secara nyata termasuk proses audit keuangan klub,” kata Ketua EXCO PSSI, Sihar Sitorus saat dihubungi tadi malam.

Lengkap
Persiba sendiri merasa yakin nantinya dalam proses rangkingisasi akan masuk dalam kasta liga Pro 1. Klub yang baru saja merilis kesepakatan merger dengan Bandung FC tersebut telah menyetorkan deposit sebesar Rp5 miliar sehari sebelum batas akhir penyetoran deposit ke Badan Liga Indonesia (BLI).
“Kami sudah menyetorkan deposit ke PSSI. Buktinya nama kami masuk dalam 16 klub dari Divisi Utama yang memenuhi kelengkapan verifikasi kan,” kata manajer operasional PSS Sleman, Rumadi.
Sementara itu klub dari Jogja yang sejauh ini masih terdapat kenala dalam proses kelengkapan dokumen verifikasi adalah PSIM Jogja.
Dalam daftar klub yang assesment, nama PSIM Jogja masuk dalam kategori enam klub yang masih terkendala karena bentuk dan nama PT belum mendapat pengesahan dari Menkumham.

Hal itu seakan bertolak dengan apa yang dikatakan oleh jajaran tim sembilan PSIM Jogja yang menyatakan sudah tidak ada masalah dengan PT yang diajukan PSIM.
Selain itu kendala yang lebih sulit bagi klub berjuluk Laskar Mataram tersebut adalah ketidaksanggupan dalam menyetor deposit ke BLI.
“Terus terang sampai saat ini kami belum menyetor besarnya deposit ke PSSI. Memang kalau dalam waktu dekat ini kami merasa kesulitan mengusahakan dana sebesar itu,” urai anggota tim sembilan PSIM, Yoyok Setyawan ketika dimintai konfirmasi.

Pemprov setuju
Adapun, Pemerintah Provinisi (Pemprov) DIY menyetujui anggaran senilai Rp4,5 miliar untuk klub sepak bola Persiba yang diusulkan dalam APBD Perubahan Kabupaten Bantul.
Pemprov dinilai tak mempertimbangkan berubahnya status klub sepak bola tersebut menjadi PT. Persiba. Persetujuan Pemprov diketahui dari hasil evaluasi RAPBD Perubahan yang dibahas Badan Anggaran DPRD Bantul bersama Pemkab, Selasa (23/8) dan dilanjutkan dengan pengesahan APBD perubahan lewat sidang paripurna.
Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengatakan, persetujuan Pemprov didasari alasan normatif, karena saat proposal hibah dana Persiba melalui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) diusulkan, klub sepak bola kebanggaan masyarakat Bantul tersebut belum berubah menjadi PT.
“Secara informal kami memang pernah menanyakan ke provinsi terkait dana tersebut. Mereka normatif saja karena saat pengajuan proposal hibah lewat KONI, Pemprov belum menerima dokumen resmi soal status PT itu,” terang Arif. Padahal kata dia, berubahnya status klub sepak bola yang awalnya berada di bawah KONI tersebut menjadi PT, sudah beredar di media.(Harian Jogja/Arif Wahyu dan Bhekti Suryani)

Jumat, 12 Agustus 2011

Dana Hibah Persiba Dianggap Cacat Hukum

(SINDO) - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Bantul mengkritisi keputusan Pemkab dan DPRD Bantul memberikan dana kepada Persiba sebesar Rp4,5 miliar. Mereka menganggap pemberian dana hibah tersebut cacat hukum.

Kepala Divisi Masyarakat Transparansi Bantul( MTB) Erwan Suryono mengatakan, pemberian dana hibah kepada klub sepak bola profesional kebanggan Bantul ini melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permedagri) nomor 32 tahun 2011 tentang Dana Hibah dan Bantuan Sosial.

Di dalam Bab III aturan tersebut dijelaskan dana hibah diberikan kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan,kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-profesional. ”Semestinya sebelum memberikan hibah pemkab mencermati Permendagri di pasal 6 ayat 4,” terangnya, kemarin.

Dengan melihat prestasi yang diperoleh,maka jelas Persiba tidak masuk kategori penerima hibah yang bisa diberikan oleh pemkab. ”Sebelum terlanjur, semestinya dana tersebut dicabut,karena memang cacat hukum,” tandas mantan aktivis KIPP ini. Belum lagi, kata Erwan, persiba kini sudah menjadi Perseroan Terbatas (PT).

”Jangan sampai justru bermasalah di kemudian hari,karena pemberian dana hibah untuk PT juga ada aturannya,” ucapnya mengingatkan. Menurutnya, dana sebesar Rp4,5 miliar ini bisa dialihkan untuk program penanggulangan kemiskinan melalui pos bantuan sosial. ”Ini akan lebih tepat sasaran,” lanjut Erwan.

Terpisah,Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengaku akan melakukan kajian ulang mengenai aturan tersebut. ”Kita sudah upayakan di paripurna, namun kalah dalam mekanisme voting. Jadi yang bisa kita lakukan mengkaji ulang aturan tersebut,” katanya. Jika memang dalam aturan tersebut tidak diperbolehkan dengan alasan menjadi klub profesional, maka Dewan akan mengupayakan untuk dianulir.

”Kami hanya berusaha agar APBD kita benar benar berdasarkan kajian dan telaah sehingga tidak menjdai temuan BPK. Jadi kita kaji dulu,bagaimana aturannya. Jika perlu kita akan konsultasi,” ucap politisi PKS ini. Sebelumnya,proses persetujuan dana hibah bagi Persiba melalui Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Bantul berlangsung alot.

Rabu, 10 Agustus 2011

Rp 4,5 M untuk Persiba Diketok

Disetujui 32 dari 44 Anggota Dewan

[RadarJogja] BANTUL - Dana sebesar Rp 4,5 miliar dalam RAPBD perubahan untukPersiba Bantul disyahkan dalam sidang paripurna di Gedung DPRD Bantul kemarin.Pengesahan dilakukan setelah melalui persidangan alot yang dihadiri 44 anggota dewan, bupati Bantul, serta staf eksekutif pemkab Bantul.

Persidangan berjalan alot karena terbagi kubu yang setuju dana Rp 4,5 M untuk Persiba Bantul dan yang menolak. Kubu yang menolak menilai angka Rp 4,5 M untuk Persiba tersebut dianggap terlalu berlebihan padahal anggaran real masyarakat untuk pembangunan, pendidikan dan kesehatan jumlahnya tak sebesar itu.

Salah satu kubu yang menolak adalah Fraksi Partai Keadila Sejahtera (FPKS). Ketua FPKS Agus Effendi tetap kukuh dengan ketidaksetujuan fraksinya terhadap APBD untuk Persiba tersebut. Menurutnya, FPKS setuju dengan RAPBD Perubahan yang dipaparkan oleh komisi-komisi kecuali dana untuk Persiba. "Kalau ini anggaran terakhir untuk Persiba, maka ini adalah penolakan terakhir kami,"paparnya.

Ia menyayangkan bahwa Persiba lebih diprioritaskan padahal banyak masalah sosial yang belum teratasi. Ia menjelaskan beberapa waktu yang lalu ada tukang becak datang ke FPKS untuk minta bantuan biaya pengobatan akibat kecelakaan. Ia, lanjut Agus, butuh uang 34 juta dan sudah ditanggung asuransi 10 juta. Agus pun mengusulkan tukang becak tersebut untuk datang ke Dinas Sosial. "Namun di Dinsos di tolak dengan alasan sudah di tanggung oleh asuransi lain, selain itu juga karena keterbatasan dana, harusnya APBD mampu meng-cover masalah seperti ini bukan hanya masalah bola saja,"kritiknya.

Ditambahkannya, permasalahan di Bantul yang sebenarnya lebih substantif dari pada masalah kegemaran terhadap Persiba . Masalah perumahan di Imogiri yang belum juga teratasi pasca gempa. Seharusnya bisa di cover oleh APBD Rp 5 atau Rp 10 juta. "Saya kira, banyak masalah kemasyarakatan yang mestinya lebih didahulukan,"ujarnya.
Penolakan juga dating dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Menurut Eko Sutrisno Adji, anggota FPPP, fraksinya mengajukan dana Rp 1,5 miliar untuk bantuan pendidikan. Namun yang terealisasi hanya Rp 500 juta saja.

Anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Aslam Rido juga mengajukan keberatannya terhadap dana Persiba tersebut. Meskipun peraturan Kementrian dalam negeri (Permendagri) tentang pelarangan dana APBD untuk sepakbola baru akan diterapkan pada 2012. Namun secara filosopi, begitu perundangan disahkan maka sudah harus diterapkan. "Permendagri tersebut sudah diputuskan di 2011, semestinya juga sudah diterapkan di 2011 ini,"katanya.

Menanggapi itu, Bupati Bantul Sri Suryawidati menyatakan, sebenarnya dari APBD murni sudah diusulkan Rp 12 M. Namun karena keterbatasan dana hanya direalisasi Rp 8 M untuk bisa bertahan di divisi utama. Ternyata Persiba masuk ISL dan butuh dana lebih banyak untuk gaji pemain, dan akomodasi pertandingan. Karenanya diajukan kembali dalam perubahan sebesar 4,5 M. "Persiba itu kan kebanggaannya masyarakat Bantul, kami mohon pengertiannya karena kemenangan Persiba merupakan catatan tersendiri bagi prestasi Bantul di bidang olah raga dan ini terakhir kali pengaggaran untuk Persiba,"terangnya.

Melihat kondisi ini, Ketua DPRD Bantul Tustiyani mengambil keputusan untuk menskors lebih dari setengah jam. Anggota dewan dan eksekutif pun melakukan perundingan di luar sidang. Setelah siding dilanjutkan dilakukan voting. Dari 44 anggota dewan yang hadir, 32 orang setuju dengan RAPBD dari komisi-komisi yang artinya setuju dengan dana untuk Persiba sebesar Rp 4,5 M. Mereka berasal dari FPDIP, FPG, FPD, FPKB, FPAN, dan sebagian dari FKB. Sedangakan 12 menolak. Mereka berasal dari FPKS, FPP, dan 3 orang berasal dari FKB. Karena keputusan berdasarkan suara terbanyak akhirnya ketua DPRD mengetuk palu pengesahan APBD perubahan. (hed)

Selasa, 09 Agustus 2011

Dewan: Anggaran Persiba tak layak

[Harian Jogja]

BANTUL—Usulan anggaran bagi Persiba Bantul dinilai tidak layak, menyusul klarifikasi yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ke tim anggaran pendapatan daerah (TAPD), kemarin siang.

”Dari proposal Persiba Rp9 miliar dan disetujui Rp4,5 miliar. Tapi anggaran pendidikan dari permintaan Rp1,5 miliar hanya Rp500 juta saja, sedangkan bantuan kesehatan Rp300 juta. Ini sangat jomplang sekali,” kata dia Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto, Senin (8/8).

Menurut dia, dari hasil klarifikasi tersebut, anggaran tersebut dinilai tidak relevan dari anggaran lainnya. Oleh karena itu, kata Arif untuk memperoleh kesepakatan itu, pihaknya tadi malam masih melakukan pembahasan dengan fraksinya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Selasa ini, lanjutnya, akan dilakukan penandatanganan melalui paripurna. ”Tentunya semuanya nanti akan menyampaikan pandangannya,” urai Arif.

LSM menolak
Sementara itu empat lembaga anti korupsi di Kabupaten Bantul menolak rencana Bupati melakukan penambahan anggaran untuk Persiba Bantul sebesar Rp4,5 miliar dan pos anggaran KONI sebesar Rp4,8 miliar.

Empat lembaga itu adalah Masayarakat Transparasi Bantul (MTB), Gerakan Rakyat Bantul Berantas Korupsi(Gebrak), Bantul Coruption Watch (BCW), dan Perempuan Penggerak Ekonomi Rakyat (Pukat).

Penolakan itu disampaikan melalui surat keberatan yang dilayangkan ke DPRD Bantul, Senin(8/8) yang isinya lebih kurang sama.

Ketua MTB Endang Maryati mengatakan, dalam APBD Perubahan 2011 yang telah disampaikan Bupati tentang hibah Komite Olahraga Nasional Indonedia (KONI) sebesar Rp4,8 miliar yang dialokasikan sebesar Rp4,5 miliar untuk Persiba dinilai pemborosan.

Padahal menurut dia masih banyak kebutuhan mendesak untuk rakyat Bantul daripada sebuah klub sepak bola. Di antaranya adalah pemenuhan di bidang kesehatan, pendidikan, pemberdayaan usah kecil menengah dan perbaikan fasilitas public lainnya.

“Seharusnya pemenuhan kepentingan yang dapat menyentuh langsung dan dirasakan oleh masyarakat menjadi prioritas utama, bukanya malah untuk kepetingan sepak bola. Ini betul- betul pemborosan,” imbuh mereka.

Menurut Endang anggaran untuk klub sepakbola itu sudah tidak wajar dari semenjak pengalokasikan anggaran pada APBD Murni sebesar Rp8 miliar.

”Padahal mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.22/2011 mengenai larangan APBD untuk sepakbola profesional, seharusnya dapat dipahami anggota Dewan bahwa kebutuhan kesejahteraan masyarakat lebih didahulukan,” kata dia.

Pemaksaan penambahan sebesar Rp4,5 miliar ke Persiba, lanjutnya, akan rawan terjadi korupsi politik. ”Dan muncul kesan eksekutif dan legislatif bancakan anggaran dengan menghambur-hamburkan APBD untuk sepak bola sebelum larangan Permendagri berlaku efektif pada 2012 mendatang.”

Selain itu, pihaknya juga khawatir jika dana itu dipaksakan akan menjadi catatan dari BPK. “Kami khawatir hal ini akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keungan (BPK) sebagai sebuah pelanggaran sebagaimana kasus yang menimpa anggota DPRD Gunungkidul yang kini menjadi tersangka," katanya.

Sebelumnya,Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul bersi kukuh memposisikan Persiba sebagai 'anak emas' dengan mengajukan usulan anggaran Rp4,5 miliar, pada APBD Perubahan.

Dana tersebut dianggarkan melalui hibah kepada KONI dengan rincian Rp4,5 miliar untuk Pengurus Cabang Persatuan Seluruh Sepakbola Indonesia (PSSI).

Ida, sapaan akrab Sri Suryawidati menyatakan, anggaran Pengurus Cabang PSSI yang dimaksud adalah untuk membiayai Persiba. "Ya [untuk Persiba], memang dianggarkan sebesar itu,” jelas dia beberapa waktu lalu.(Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Jumat, 05 Agustus 2011

Boros, Biaya Kesehatan Bupati Bantul

BANTUL – Buser Trans Online

Sehat itu memang mahal. Sekelas Bupati Bantul, Sri Surya Widati, dianggarkan Rp370 juta. Namun banyak kalangan menilai, dana sebesar itu dianggap terlalu boros karena biaya kesehatan dapat ditanggung asuransi. Anggaran perawatan dan pengobatan kepala daerah diusulkan dalam APBD perubahan 2011.

Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengatakan, anggaran sebesar itu terlalu boros karena digunakan hanya sekitar enam bulan. “Itu pun kalau sakit, kalau nggak sakit juga berpotensi digunakan untuk yang lain,” ujarnya.

Pemkab menurutnya harus merinci alokasi anggaran tersebut untuk apa saja. Arif menyarankan, kepala daerah menggunakan premi asuransi. Cara itu dianggap lebih hemat dibanding harus dianggarkan ratusan juta lewat APBD.

“Apakah tidak sebaiknya anggaran ini menggunakan skema premi asuransi sehingga terjadi penghematan yang dapat dialokasikan untuk menambah anggaran Bantuan Pelayanan Kesehatan (Bayankes) bagi warga miskin,” kata Arif.

Meski dikecam, Sri Surya Widati berdalih, pengalokasian anggaran tersebut sudah sesuai dengan PP No. 109/2000 pasal 3 huruf e. Ia mengklaim anggaran sebesar itu sudah sesuai kebutuhan, namuan ia tak merinci untuk apa saja alokasi dana tersebut.

Ida, sapaan akrabnya memastikan, tidak akan menyalahgunakan dana tersebut. Bila ternyata dana tak habis digunakan untuk biaya kesehatan, sisanya bakal dikembalikan ke kas daerah. Meski begitu kata dia, usulan dewan agar pemkab menggunakan premi asuransi bakal dikaji. “Tiap tahun memang selalu dianggarkan, sudah sesuai aturan kok. Nanti kami kaji untuk menggunakan asuransi,” katanya.

Selain dana perawatan dan kesehatan bupati, dalam draf RAPBD perubahan juga ditemukan sejumalah pos anggaran yang dianggap mendadak kemunculannya karena pada tahun-tahun sebelumnya tak diusulkan. Misalnya dana penggunaan telepon sebear Rp40 juta. Chol

Biaya kesehatan Bupati Bantul Rp370 juta dinilai boros

(Harian Jogja)
BANTUL—Biaya perawatan dan pengobatan Bupati Bantul dianggarkan Rp370 juta. Dana sebesar itu dianggap terlalu boros karena biaya kesehatan dapat ditanggung asuransi.

Anggaran perawatan dan pengobatan kepala daerah diusulkan dalam APBD perubahan 2011. Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengatakan, anggaran sebesar itu terlalu boros karena digunakan hanya sekitar enam bulan. “Itu pun kalau sakit, kalau nggak sakit juga berpotensi digunakan untuk yang lain,” ujarnya belum lama ini kepada Harian Jogja.

Pemkab menurutnya harus merinci alokasi anggaran tersebut untuk apa saja. Arif menyarankan, kepala daerah menggunakan premi asuransi. Cara itu dianggap lebih hemat dibanding harus dianggarkan ratusan juta lewat APBD. “Apakah tidak sebaiknya anggaran ini menggunakan skema premi asuransi sehingga terjadi penghematan yang dapat dialokasikan untuk menambah anggaran Bantuan Pelayanan Kesehatan (Bayankes) bagi warga miskin,” kata Arif.

Terpisah, Bupati Bantul Sri Surya Widati berdalih, pengalokasian anggaran tersebut sudah sesuai dengan PP No. 109/2000 pasal 3 huruf e. Ia mengklaim anggaran sebesar itu sudah sesuai kebutuhan, namuan ia tak merinci untuk apa saja alokasi dana tersebut.

Ida, sapaan akrabnya memastikan, tidak akan menyalahgunakan dana tersebut. Bila ternyata dana tak habis digunakan untuk biaya kesehatan, sisanya bakal dikembalikan ke kas daerah. Meski begitu kata dia, usulan dewan agar pemkab menggunakan premi asuransi bakal dikaji. “Tiap tahun memang selalu dianggarkan, sudah sesuai aturan kok. Nanti kami kaji untuk menggunakan asuransi,” katanya.

Selain dana perawatan dan kesehatan bupati, dalam draf RAPBD perubahan juga ditemukan sejumalah pos anggaran yang dianggap mendadak kemunculannya karena pada tahun-tahun sebelumnya tak diusulkan. Misalnya dana penggunaan telepon sebear Rp40 juta. Atas persoalan itu, bupati menyatakan bakal membahas secara rinci penggunaan anggaran telepon pada rapat komisi DPRD yang berlangsung sejak Kamis (4/8) hingga Senin (8/8) mendatang.(Harian Jogja/Bhketi Suryani)

Kamis, 04 Agustus 2011

Anggaran Persiba Dinilai Tidak Proporsional

BANTUL (KRjogja.com) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantul, menilai anggaran untuk Persatuan Sepak Bola Indonesia Bantul (Persiba) tidak proporsional dengan alokasi anggaran cabang olahraga lainnya.

Wakil Ketua DPRD Bantul, Arif Haryanto di Bantul, Kamis (4/8) mengatakan dalam jawaban bupati untuk hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebesar Rp4,8 miliar, Persiba mendapat alokasi anggaran sebesar Rp4,5 miliar.

"Sementara keempat cabang olahraga lainnya seperti tenis, bola voley, menembak dan bulu tangkis hanya mendapat alokasi anggaran sebesar Rp300 juta," katanya.

Ia menyebutkan, untuk cabang olahraga tenis mendapat bantuan sebesar Rp200 juta, bola voley sebesar Rp50 juta, kemudian menembak dan bulu tangkis masing-masing hanya sebesar Rp25 juta.

"Kami khawatir akibat ketimpangan dan tidak proporsional alokasi anggaran untuk Persiba dengan cabang olahraga lainnya dapat memicu kecemburuan, sehingga dalam perkembangan tidak sejalan," katanya.

Selain itu, kata Arif, alokasi anggaran ke Persiba dinilai masih terlalu besar, karena masih terdapat alokasi anggaran yang sifatnya lebih mendesak dan langsung dapat dinikmati masyarakat, namun tidak ada penambahan.

"Kami mencontohkan pada tunjangan guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap (GTT/PTT) di Bantul, yang saat ini hanya diberikan sebesar Rp200 ribu per bulan," katanya.

Arif mengatakan, alokasi anggaran untuk persiba ini juga tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang muncul pada pelaksanaan `reses` DPRD Bantul yang bangga dengan keberhasilan Persiba.

"Dalam hasil reses itu masyarakat berharap sebagian anggaran untuk Persiba digunakan untuk kegiatan lain, sehingga dapat dirasakan langsung oleh masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya memang memberikan apresiasi masuknya Persiba ke Indonesia Super League (ISL) namun tidak harus serta merta dan perlu dipikirkan. Dan usulan itu masih akan dibahas di tingkat komisi DPRD Bantul.

"Kami masih belum tahu, namun tidak berharap banyak terdapat perubahan terkait alokasi anggaran ini dalam pembahasan di tingkat komisi, karena memang pada pengalaman sebelumnya tidak ada perubahan," katanya. (Ant/Yan)

Pemkab Bantul anak emaskan Persiba

(HarianJogja)BANTUL—Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul tampaknya berkukuh memposisikan Persiba sebagai 'anak emas' dengan mengajukan usulan anggaran Rp4,5 miliar, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan.

Usulan yang dinilai timpang dengan besaran belanja sosial ini, disampaikan Bupati Bantul, Sri Suryawidati dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, Rabu (3/8).

Dana tersebut dianggarkan melalui hibah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dengan rincian Rp4,5 miliar untuk Pengurus Cabang Persatuan Seluruh Sepakbola Indonesia (PSSI).

Saat dikonfirmasi, Ida (sapaan akrab Sri Suryawidati) menyatakan, anggaran Pengurus Cabang PSSI yang dimaksud adalah untuk membiayai Persiba. "Ya [untuk Persiba], memang dianggarkan sebesar itu,” jelasnya.

Menurutnya, biaya sebesar itu sengaja dianggarkan karena klub kebanggaan Kabupaten Bantul tersebut berhasil lolos ke Indonesian Super League (ISL) sehingga membutuhkan banyak biaya.

Selain itu, hingga saat ini manajemen Persiba belum mendapatkan sponsor tunggal. Apalagi kata dia, mulai tahun depan daerah sudah tak dibolehkan menggarkan APBD untuk sepak bola.

Biaya tersebut sebagian besar untuk membayar gaji pemain, biaya transportasi dan akomodasi saat bertandang ke kandang lawan. Sedianya kata Ida, pada APBD murni Persiba sudah dianggarkan Rp8 miliar.

"Kemarin sebenarnya sudah Rp8 miliar tapi ternyata karena kepleset ke ISL makanya saya minta juga diusulkan ini untuk mendanai yang kurang kemarin, jadi bukan untuk tahun depan,” katanya.

Menurutnya anggaran sebesar itu sudah proporsional dibanding anggaran lainnya. Pasalnya anggaran untuk belanja sosial juga naik meski jumlahnya setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tak sebesar itu.

Timpang
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Bantul, Arif Haryanto menilai, anggaran untuk Persiba timpang dibanding anggaran lainnya. Ia mencontohkan, hibah untuk KONI sebenarnya sebesar Rp4,8 miliar.

Khusus untuk Persiba Rp4,5 miliar sementara untuk pengurus cabang lain semisal Persatuan Tenis Lapangan Seluruh Indonesia (PELTI) hanya digelontor Rp200 juta sedangkan Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) Rp50 juta.
Tak hanya itu, bila dibandingkan dengan belanja sosial juga sangat jomplang. Misalnya untuk dana pembangunan fisik di masyarakat atau dana stimulan hanya Rp1 miliar. Demikian juga bila dibandingkan dengan insentif guru dan pegawai honorer yang tak ditambah dalam APBD perubahan.

Padahal selama ini meraka rata-rata hanya mendapat insentif Rp200.000 per orang per bulan. Kondisi itu menurutnya juga tak sesuai dengan aspirasi warga hasil reses anggota dewan yang menginginkan anggaran lebih baik digunakan untuk pembangunan masyarakat ketimbang sepak bola.

Untuk cabor lain
Semantara itu kondisi berbeda justru menimpa klub sepak bola kebanggaan Kabupaten Sleman. Hingga saat ini belum ada kepastian apakah PSS bakal tetap mendapat kucuran dana dari APBD Sleman. Pemkab Sleman belum bisa memberi keputusan sebelum ada surat resmi (legal formal) dari Pusat.

Legal formal yang dimaksu adalah soal status PSS sebagai klub bola profesional. "Kalau klub profesional, jelas tidak boleh mendapat kucuran dari APBD," kata Ketua Komisi D DPRD Sleman, Arif Kurniawan saat ditemui Harian Jogja di Kantornya, Rabu (3/8) siang.

Arif menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 22/2011 diatur bahwa hanya klub nonprofesional saja yang berhak mendapat kucuran dana dari APBD. Untuk itu, dalam RAPBD Perubahan tahun ini, tidak dicantumkan alokasi dana untuk PSS.

Dana dari APBD sebesar Rp3,15 miliar yang biasa dialokasikan untuk PSS selama satu musim itu rencananya akan dialihkan untuk pendampingan klub olahraga lain. KONI Sleman kini tengah memetakan cabang olahraga apa yang bakal mendapat kucuran dana dari APBD itu.

"Dana itu untuk stimulan saja. Mungkin dalam wujud bonus, penghargaan, dan lain-lain,” papar Arif. Selain untuk memotivasi atlit cabang olahraga lain, dana tersebut juga untuk persiapan Sleman sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2011.

Dengan adanya regulasi baru dari Permendagri, Arif mengaku tidak berani jika tetap menganggarkan dana bagi PSS dalam bentuk hibah KONI. Saat ini, lanjut Arif, PSS Sleman telah melakukan inventarisasi perusahaan yang hendak mengucurkan dana sebagai sponsor. "Kita sudah menawarkan kerjasama kepada calon-calon sponsor jauh sebelum regulasi baru itu diberlakukan,” pungkasnya.(Harian Jogja/Bhekti Suryani & Dinda Leo Listy)

Selasa, 02 Agustus 2011

FPKS Nilai Tak Wajar

Usulan Hibah Rp 4,8 Miliar untuk KONI

[RadarJogja]

BANTUL - Usulan Hibah untuk KONI dalam APBD Perubahan yang berjumlah Rp 4,8 miliar dinilai tidak wajar oleh anggota DPRD Bantul. Usulan jumlah yang diajukan Pemkab Bantul tersebut jauh lebih banyak ketimbang dana stimulan dan bantuan sosial (Bansos) yang usulan penambahannya sebesar Rp 1 miliar. Penilaian itu disampaikan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) terhadap RAPBD Perubahan yang dikemukakan dalam rapat paripurna DPRD, kemarin (1/8).

Juru bicara FPKS Arif Haryanto berpendapat, dana hibah seperti bansos adalah anggaran yang bisa dirasakan masyarakat Bantul secara langsung.
Jika dilakukan perbandingan, katanya, masih banyak pos anggaran yang seharusnya lebih diprioritaskan dibandingkan pos untuk olahraga. Seperti insentif bagi guru tidak tetap/pegawai tidak tetap (GTT/PTT) yang jumlah insentifnya Rp 200 ribu/bulan/orang.

Menurutnya, sejak dari APBD murni, anggota dewan sudah mendorong agar insentif bagi GTT/PTT ditambah. ’’Ternyata di APBD Perubahan malah tidak ada usulan penambahan anggaran buat GTT/PTT,’’ sesalnya kepada wartawan usai paripurna.
Begitu juga dengan dana sertifikasi tahun 2010 yang tidak diterima secara penuh oleh guru. Sampai sekarang baru 89 persen yang cair, sedangkan sisanya belum tahu kapan akan turun. ’’Kenapa tidak dana ini yang didahulukan,’’ tanya wakil ketua III DPRD Bantul ini.

Selain itu, lanjutnya, hibah untuk olah raga melalui KONI tersebut juga sebelumnya sudah dianggarkan melalui APBD murni sebanyak Rp 8 miliar yang kebanyakan mengalir ke Persiba. ’’Menurut kami. jumlah di APBD murni itu sudah cukup dan tidak perlu lagi ditambah di APBD Perubahan,’’ paparnya.

Permasalahannya lagi, kata Arif, pemkab tidak menjelaskan pos-pos alokasi Rp 4,8 miliar itu dalam draft RAPBD Perubahan. Menurutnya, tidak ada penjelasan ke mana saja dana itu dialamatkan. Apakah ke Persiba atau ke yang lain. Atau berapa persen ke Persiba dan bagaimana yang lain. ’’Karena itu kami minta penjelasan ke pemkab tentang alokasi dari Rp 4,8 miliar ini,’’ tutur Arif.

Menurutnya, FPKS mengapresiasi Persiba masuk ke kancah liga sepak bola nasional. Tetapi, bukan berarti hal tersebut menafikkan kepentingan utama rakyat Bantul. Apalagi, lanjutnya, dari hasil reses dewan beberapa bulan lalu diketahui. aspirasi masyarakat Bantul yang ingin agar anggaran untuk Persiba dialokasikan untuk pembangunan saja.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Bantul Helmi Jamaris membenarkan bahwa sebagian dan tersebut memang dialokasikan untuk Persiba dan juga cabang olahraga lain. Teapi, Helmi mengaku lupa berapa rincian dari usulan Rp 4,8 miliar tersebut. ’’Saya lupa berapa tepat persentase dan rinciannya, tapi ada,’’ terang Helmi yang ditemui usai paripurna.
Helmi menilai, usulan kenaikan untuk hibah KONI sebesar Rp 4,8 miliar sudah wajar. Sebab, memang sebanyak itu kebutuhannya. ’’Bukan hanya Persiba yang dapat, yang lain juga dapat,’’ tegasnya.(hed)

Fraksi PKS Berang

[Antara]
BANTUL—Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menilai usulan hibah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2011 untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia sebesar Rp 4,8 miliar tidak wajar.

"Usulan hibah untuk KONI sebesar Rp 4,8 miliar itu tidak wajar karena besarannya tidak sebanding dengan stimulan dan bantuan sosial (bansos) yang hanya sebesar Rp 1 miliar," kata Juru Bicara Fraksi PKS DPRD Bantul, Arif Haryanto di Bantul, Senin (1/8).Saat menyampaikan pandangan dalam rapat paripurna Rancangan APBD Perubahan di gedung DPRD setempat, Arif mengatakan ketidakwajaran tersebut karena seharusnya anggaran bansos lebih besar, apalagi anggaran yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.

"Hal tersebut hanya sebagian contoh saja karena masih ada beberapa pos anggaran yang seharusnya lebih diprioritaskan dibandingkan pos anggaran untuk olah raga," katanya.

Arif menyebutkan, di antaranya anggaran untuk insentif terhadap guru tidak tetap atau pegawai tidak tetap (GTT/PTT) yang besaran insentifnya hanya sebesar Rp 200.000 tiap bulan per orang.
"Padahal dari APBD murni anggota dewan sudah mendorong agar diberi tambahan insentif bagi GTT/PTT, namun dalam APBD perubahan malah tidak diusulkan penambahan anggaran buat GTT/PTT," katanya.

Selain itu, kata dia anggaran tunjangan sertifikasi guru pada 2010 yang belum diterima secara penuh oleh guru atau sampai sekarang yang baru dicairkan sekitar 89 persen, sedangkan sisanya belum tahu kapan akan turun.[Antara]

Senin, 25 Juli 2011

Belanja Pegawai Naik Rp 137 M

Bantul (Antara)—Belanja pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang diusulkan dalam perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2011 naik sebesar Rp 137 miliar.

"Belanja pegawai diusulkan sebesar Rp 732 miliar atau naik sebesar Rp 137 miliar dibanding Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) murni di awal tahun yang sebesar Rp 595 miliar," kata Bupati Bantul, Sri Suryawidati, Minggu (24/7). Menurut dia, sedangkan pos belanja sosial diusulkan sebesar Rp 36,5 miliar atau naik sebesar Rp 3,2 miliar dibanding sebelumnya sebesar Rp 33,3 miliar. Demikian pula belanja hibah naik sebesar Rp 24 miliar dari sebelumnya sebesar Rp 10,5 miliar.
"Kenaikan tersebut disesuaikan dengan naiknya rencana pendapatan, yakni pendapatan direncanakan sebesar Rp 1,1 triliun naik Rp 223 miliar atau 25 persen dari anggaran sebelumnya sebesar Rp 900 miliar," katanya.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Bantul, Helmi Jamharis mengatakan, kenaikan belanja pegawai tersebut disebabkan adanya kenaikan anggaran sertifikasi guru karena menyesuaikan besaran gaji pegawai. "Namun kenaikan tersebut tidak mengganggu pos kegiatan lainnya, karena kenaikan itu untuk sertifikasi," katanya.

Gaji Naik
Menurut dia, besarnya beban belanja pegawai sebelumnya dipermasalahkan karena menyedot APBD Bantul hingga 70 persen, sehingga jumlah tersebut tidak sebanding dengan besaran belanja sosial.
"Belanja pegawai terus naik karena pemerintah pusat terus menaikkan gaji pegawai namun tidak diimbangi dengan kenaikan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dialokasikan ke daerah," katanya.

Wakil Ketua DPRD Bantul, Arif Haryanto mengatakan, dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Pemkab beberapa waktu lalu terdapat dana cadangan sebesar Rp 6 miliar yang berasal dari sisa anggaran gaji pegawai.
Ia menambahkan, sehingga Pemkab meyakinkan bahwa kenaikan belanja pegawai tersebut tetap aman dan tak mengganggu kegiatan lain karena bila ada kegiatan yang kekurangan dana dapat menggunakan dana cadangan tersebut.

"Pemkab meyakinkan aman karena ada dana cadangan sebesar Rp 6 miliar, kemungkinan anggaran itu pula yang digunakan untuk belanja bantuan sosial," katanya.
Meski begitu, kata dia, tiap komisi DPRD akan membahas secara detail usulan kenaikan anggaran tersebut. "Detilnya akan dibahas di komisi, namun biasanya tidak banyak terjadi perubahan anggaran hanya ada pergeseran angka sedikit," katanya.
Antara

Kamis, 16 Juni 2011

BPKP Diminta Respons Surat Kejari

Hasil Audit Investigasi Harus Dipublikasi

(RadarJogja)BANTUL - Keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul yang mengajukan surat permohonan audit investigasi akuisisi Bantul Radio kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIJ diapresiasi berbagai pihak. Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengapresiasi keputusan Kejari Bantul yang telah mengirimkan surat ke BPKP untuk menggelar audit investigas terkait pembelian Bantul Radio senilai Rp 1,7 miliar tersebut.

”Permintaan resmi Kejari Bantul tersebut harus segera ditindaklanjuti atau segera direspons oleh BPKP,” kata Arif kepada Radar Jogja, kemarin (15/4).
Masyarakat Bantul dinilai sudah lama menunggu perkembangan hasil penyelidikan Kejari terkait akuisisi radio PT Sangga Buana Citra oleh Pemkab Bantul, yang sahamnya juga dimiliki oleh mantan Bupati Bantul Idham Samawi.

Jangan sampai penyelidikan mandeg hanya gara-gara Kejari kesulitan menentukan ada tidaknya kerugian negara atas pembelian radio tersebut.
”Ini sinyal baik bahwa Kejari Bantul sudah mulai serius menyelesaikan kasus akuisisi Bantul Radio. Sekarang tinggal bagaimana respon BPKP,” tambah politisi PKS ini.

Meski baru sebatas penjajakan dan belum mendengar respons BPKP, Arif sepenuhnya percaya BPKP akan melakukan auditor investigasi. Ia pun yakin auditor yang ditunjuk untuk melakukan audit investigasi bisa bekerja secara objektif.Ini tercermin dari hasil audit investigasi kasus pengadaan buku ajar Kabupaten Sleman beberapa waktu lalu yang dilakukan BPKP DIJ. “Kita tunggu sama-sama, bagaimana hasil audit oleh auditor BPKP,” terang.Karena persoalan akuisisi Bantul Radio sudah lama ditunggu masyarakat, Arif pun meminta kepada BPKP untuk mempublikasikan hasil audit investigasi tersebut. Jangan sampai hasil audit investigasi hanya mengendap di BPKP dan kejaksaan.

”Karena uang yang digunakan untuk membeli radio milik negara, milik masyarakat. Maka, masyarakat pun berhak mengetahui hasil audit investigasi yang dilakukan oleh BPKP,” tegas legislator yang tinggal di Sedayu ini.

Senada disampaikan Kepala Divisi Investigasi Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) Erwan Suryono. Menurutnya, kini pengusutan kasus akuisisi Bantul Radio tidak hanya di tangan Kejari Bantul. Persoalan ini juga berada pundak auditor BPKP. Karena itu, ia meminta BPKP bekerja serius berdasarkan aturan dan data yang ada.

”Kalau memang ada penyimpangan, ada kerugian negara. BPKP jangan ragu untuk mempublikasikan hasil audit investigasinya ke publik, biar masyarakat tahu,” tegas Erwan.
Erwan optimistis auditor BPKP dapat bekerja maksimal dengan merunut aturan-aturan yang ada. Keyakinan itu berdasarkan pengalaman BPKP sebelumnya yakni saat mengaudit kasus pengadaan buku ajar Sleman yang melibatkan mantan Bupati Sleman Ibnu Subiyanto. “Saya berkeyakinan BPKP bisa diandalkan,” terang Erwan.(mar)

Sabtu, 11 Juni 2011

Gedung Pengganti Tak Sesuai Spek

Pemkab dan Pemprov Diminta Tinjau Ulang Gedung Serba Guna

(RadarJogja) BANTUL – Janji pemilik Grand Puri (GP) Water Park untuk mengganti Gedung Serba Guna milik Pemprov DIJ yang terletak di Jalan Parangtritis (Depan Pasar Seni Gabusan) memang sudah ditepati. Gedung tersebut sudah dibangun di kompleks Stadion Sultan Agung Bantul. Tapi sayang, gedung pengganti tak sesuai dengan spesifikasi yang diharuskan.

Pembangunan gedung megah itu dimulai bersamaan dengan pembangunan GP Water Park delapan bulan lalu. Di dalam gedung didesain lapangan tenis dengan empat kamar mandi yang terletak di empat titik. Untuk samping kanan dan kiri terdapat tempat duduk. “Kalau tidak salah, pembangunan gedung ini sudah delapan bulan lalu,” kata seorang pekerja yang sedang sibuk melakukan pengecatan.

Namun, gedung megah itu tidak sesuai dengan spesifikasi gedung lama yang dirobohkan. Jika gedung lama terdapat sebuah panggung, maka gedung pengganti ini tidak ada panggung yang menjadi ciri gedung serba guna pada umumnya. “Spek gedung pengganti beda dengan gedung lama. Memang lebih megah, tapi desainnya bukan gedung serba guna, tapi lapangan tenis indoor,” kritik Arif Haryanto, Wakil Ketua DPRD Bantul.

Arif mengaku sudah mengecek langsung bentuk dan kondisi bangunan pengganti. Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang seharunya, Arif meminta kepada Pemkab Bantul dan Pemprov DIJ menanyakan pembangunan gedung tersebut kepada pemilik GP Water Park dan pemborong pembangunan gedung tersebut.

“Seharusnya desain gedung pengganti ya persis dengan gedung yang lama. Gedung itu kan untuk berbagai jenis kegiatan masyarakat, dan bukan hanya kegiatan olahraga tenis saja,” tegas politisi PKS ini.

Hal senada disampaikan anggota Fraksi PPP DPRD Bantul Jumakir. Menurut Jumakir, karena gedung sering dimanfaatkan untuk kegiatan kemasyarakat, maka seharusnya gedung pengganti tidak dibangun di belakang Stadion Sultan Agung, tapi dibangun di depan Stadion. “Terlalu jauh kalau dibangun di belakang stadion,” tegas Jumakir.

Jumakir juga menilai bentuk bangunan pengganti tidak sesuai dengan gedung lama. Jika bentuk berbeda, maka pemanfaatan gedung pun berbeda. Karena itu, Jumakir meminta kepada pemilik GP Water Park untuk mengkaji ulang keberadaan bangunan pengganti tersebut. “Jangan sampai ini malah menimbulkan masalah baru,” ingat politisi PPP. (mar)

Kamis, 09 Juni 2011

Parkir Dinilai Langgar Kesepakatan

BANTUL (RadarJogja) - Belum genap dua bulan sejak peresmian pengoperasian oleh Bupati Bantul Sri Suryawidati (3/5), Grand Puri (GP) Water Park di Jalan Parangtritis Km 9,5 Gabusan, Sewon, Bantul mulai dipersoalkan parlemen Bantul. Mereka menganggap manajemen GP Water Park telah melanggar nota kesepakatan (memorandum of understanding/MoU). Pelanggaran itu terkait area parkir kendaraan pengunjung dan pengganti gedung serba guna milik Pemprov DIJ yang telah dirobohkan.

Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengatakan dalam nota MoU dengan Pemkab Bantul dinyatakan manajemen GP Water Park PT Puri Saron sepakat dan berjanji parkir kendaraan pengunjung dipusatkan di kawasan wilayah Pasar Seni Gabusan (PSG) yang berada di sebelah barat Jalan Parangtritis. Lahan parkir yang dipusatkan di PSG bertujuan untuk meningatkan pengunjung PSG. Selain itu, meningkatkan penjualan produk kerajinan di kios dan stan kerajinan di kawasan PSG.

Untuk memudahkan pengunjung ketika akan menyeberangi Jalan Parangtritis menuju GP Water Park, manajemen berencana membuat jembatan layang atau penyeberangan. ”Tapi kenyataannya manajemen Grand Puri Water Park membuat lahan parkir sendiri. Parkir kendaraan tidak di PSG, tapi di depan Grand Puri Water Park,” kata Arif.

Selain mempersoalkan area parkir kendaraan pengunjung, Arif menagih janji manajemen GP Water Park yang akan membangunkan gedung serba guna milik Pemprov DIJ yang telah dirobohkan. Sebab, sampai sekarang gedung pengganti yang rencananya akan dibangun di sekitar Stadion Sultan Agung belum juga kunjung dibangun.

Padahal, gedung serba guna yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemkab Bantul tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya, untuk kegiatan organisasi kemasyarakatan, pernikahan dan kegiatan olahraga. ”Ingat, gedung itu milik pemerintah. Kalau tidak dibangun, maka itu dapat menjadi temuan aparat penegak hukum,” tegas politisi PKS ini.
Karena itu, Arif meminta kepada manajemen GP Water Park untuk menaati dan melaksanakan MoU tersebut. Bila tidak, maka pihaknya akan memanggil manajemen untuk menjelaskan persoalan tersebut. “Jangan mencari keuntungan dengan cara mengorbankan masyarakat Bantul,” terang Arif.

Senada disampaikan anggota Fraksi PPP DPRD Bantul, Jumakir. Menurutnya, keberadaan Grand Puri Water Park di Bantul memang memberikan warna tersendiri bagi dunia pariwisata di Bantul. Namun demikian, jangan sampai keberadaan Grand Puri Water Park mengorbankan masyarakat Bantul.
“Gedung serba guna tersebut sangat penting. Sebab, gedung itu sering digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan,” terang Jumakir.

Terpisah, Direktur Grand Puri Water Park I Ketut Suarthana mengatakan sudah membangun gedung pengganti gedung serba guna di kompleks Stadion Sultan Agung. Bahkan, gedung serba guna pengganti itu dibangun lebih megah dari bangunan lama.
“Kita sudah membicarakan pembangunan gedung pengganti itu dengan Bupati Bantul Sri Suryawidati. Dan gedung itu sudah kita sudah bangun di kompleks Stadion Pacar,” kata Suarthana.(mar)

Jumat, 03 Juni 2011

Insentif guru belum cair, Pemkab Bantul dituding zalim

BANTUL: Insentif ribuan guru dan pegawai honorer di Bantul sampai lewat triwulan pertama tahun ini belum dibayarkan. Pemkab dituding sengaja menahan pencairan anggaran insentif agar mendapat dana sisa anggaran pada APBD perubahan.

Semestinya insentif di kisaran Rp100.000-Rp200.000 per orang dibayarkan pada Maret-April lalu untuk sekitar 3.845 guru dan pegawai honorer namun memasuki Juni, insentif belum cair. Humas forum guru dan pegawai honorer Bantul, Haryadi, mengungkapkan para guru dan pegawai honorer sudah mengeluhkan telatnya pencairan insentif.

“Memang secara resmi belum ditanyakan ke Dinas Pendidikan tapi keluhan lewat pesan singkat [elektronik] sudah banyak disampaikan ke dinas,” ujarnya kepada Harian Jogja, Rabu (1/6). Menurut Haryadi, telatnya pencairan insentif baru kali ini terjadi. Rencananya, pekan depan persoalan itu bakal ditanyakan ke Dinas Pendidikan secara resmi.

Anggota Komisi D DPRD Bantul Jupriyanto mengatakan juga sudah menerima banyak keluhan dari para guru honorer terkait dengan telatnya pencairan insentif. Dari keterangan Pemkab, dana insentif senilai Rp9 miliar yang telah dianggarkan di APBD tersebut sengaja tak diberikan karena bakal ditalangi dengan dana insentif dari pemerintah pusat.

Pemkab Bantul dikabarkan mendapat dana insentif dari APBN senilai Rp19 miliar karena tepat waktu mengesahkan penyusunan APBD. Karena itu, Jupriyanto memaparkan dana insentif guru dan pegawai honorer sengaja tetap disimpan atau ditahan pencairannya agar ada sisa anggaran pada APBD perubahan pertengahan tahun nanti. Sisa dana APBD biasanya dapat dengan leluasa digunakan untuk berbagai keperluan.

Sayangnya, sampai sekarang dana insentif dari pusat senilai Rp19 miliar tersebut belum turun sehingga ribuan guru dan pegawai honorer yang menangggung akibatnya. “Menurut keterangan karena masih ada prosedur yang rumit. Masih harus dapat izin dari pusat penggunaan dana insentif Rp19 miliar itu. Makanya kami minta segera memastikan kapan dana itu cair,” ungkap Jupriyanto.

Wakil Ketua Komisi A DPRD Agus Efendi menilai Pemkab Bantul seolah menzalimi para guru dan pegawai honorer untuk mendapatkan haknya. “Dana sudah ada tapi sengaja ditahan tidak disalurkan,” katanya.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Bantul Abu Dzarin berjanji pada 15 Juni mendatang dana insentif bakal dicairkan dengan dana talangan berupa dana kas milik Pemkab.

Namun, Abu menolak menyebut dari pos mana saja dana tersebut akan diambil. Abu berdalih Pemkab saat ini tengah menggeser anggaran, salah satunya dengan menahan pencairan dana insentif para guru honorer dengan harapan diganti dengan dana insentif dari APBN.

Ia membantah kabar yang beredar bila dana insentif senilai Rp9 miliar tersebut didepositokan demi keuntungan Pemkab. “Kalau tidak digeser anggarannya, bagaimana pembangunan dapat dilakukan, misalnya untuk pembangunan gedung-gedung. Itu [pembangunan gedung] enggak benar kalau bilang didepositokan,” tegas Abu.(Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Kamis, 02 Juni 2011

Suarman dan Sugeng Tukar Posisi

Ida :Yang Tak Berpihak Pada Rakyat Minggir

BANTUL (RadarJogja 2/6) – Bupati Bantul Sri Suryawidati kembali melakukan perombakan pimpinan SKPD di lingkungan Pemkab Bantul. Kali ini, pejabat yang posisinya diganti adalah Suarman SH dan Ir Sugeng Sudaruno. Suarman yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris DPRD Bantul kini menjabat staf ahli Bupati Bantul. Sedangkan Sugeng yang sebelumnya menjabat sebagai staf ahli Bupati Bantul kini menempati posisi baru sebagai Sekretaris DPRD Bantul.

Pengumuman pergantian posisi dua pejabat teras Pemkab Bantul tersebut dilakukan langsung Bupati Bantul Sri Suryawidati bersamaan dengan pengambilan sumpah sebanyak 59 pejabat eselon di lingkungan Pemkab Bantul, Selasa (31/5) kemarin. Dalam sambutannya, Ida, sapaan akrab Sri Suryawidati, mengatakan berharap kepada para pejabat di lingkungan Pemkab Bantul selalu berpihak kepada rakyat dalam menjalankan tugasnya.

“Setiap saat kami selalu mengadakan evaluasi. Dan kami sudah memerintahkan kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) supaya jangan segan-segan selalu memberikan masukan pada saya tentang hasil pelaksanaan tugas pada setiap pejabat,” kata Ida.
Apabila ada pejabat yang tidak mau berpihak kepada kepentingan rakyat. Ida meminta supaya segera melepaskan jabatannya. “Yang tidak mau berpihak kepada rakyat, agar minggir saja. Sekali lagi, dalam menjalankan tugasnya agar mampu memberikan yang terbaik kepada rakyat,” tegas Ida.

Ida mengingatkan, para pejabat supaya selalu paham terhadap jalannya organisasi pemerintahan. Jika paham, pejabat tentu akan memaklumi setiap organisasi akan terus berjuang merespon tantangan yang ada. Dalam konteks itu, setiap organisasi dituntut untuk dapat memperbarui diri serta selalu memiliki kecekatan dan daya adaptasi. Dari situ, wajar apabila organisasi melakukan penyegaran dan penataan untuk meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan.

“Disinilah pentingnya evaluasi, promosi dan proses pembelajaran. Setiap elemen dalam organisasi diharapkan bisa meningkatkan semangat belajar sehingga menjadikan posisi yang didudukinya sebagai wahana pembelajaran untuk menjadi lebih baik,” papar isteri mantan Bupati Bantul Idham Samawi itu.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Bantul Drs H Maman Permana memaparkan jumlah pejabat eselon yang dilantik sebanyak 59 orang. Rinciannya, dua pejabat eselon II b masing-masing ialah Ir Sugeng Sudaruno dan Suarman SW SH. “Sedangkan pejabat eselon III sebanyak 12 orang, dan eselon IV sebanyak 45 orang,” terang Maman. (mar)

Jumat, 27 Mei 2011

Persiba Diminta Cerdas Cari Sponsor

BANTUL–(KoranSindo 27/5)
Kesuksesan Persiba Bantul menembus kompetisi Indonesia Super League (ISL) merupakan kebanggaan besar bagi warga Bantul. Di luar kebanggaan itu, ke depan harus dipikirkan agar Persiba tidak terseok-seok dalam laga bergengsi di Indonesia. Salah satu yang harus mulai dipikirkan adalah soal pendanaan.

Saat ini Pemkab Bantul telah menggelontor anggaran ke Persiba Rp8 miliar dari total kebutuhan anggaran Rp11 miliar. Padahal,kebutuhan Persiba di ISL mendatang sekitar Rp14 miliar.”Ini memang menjadi dilema di saat Persiba bersinar terang,” kata Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto,kemarin. Menurut Arif, jika merunut pada aturan, di tahun mendatang APBD tidak boleh digunakan untuk klub sepak bola. “Jajaran manajemen dan pemkab mesti cerdik membidik celah sponsor,”ujarnya. DPRD tidak bisa gegabah memberikan anggaran. Jika memang tidak diperbolehkan, tentu harus ada pemikiran bersama. ”Jadi ini kesempatan Pemkab untuk bisa membangun kepercayaan terhadap pihak ketiga atau sponsor,” tandas politikus PKS ini Bupati Bantul Sri Suryawidati mengaku sedang memikirkan solusi anggaran bagi Persiba.

Mau tidak mau,Pemkab Bantul harus membantu klub sepak bola kebanggaan Bantul ini.”Ya, kita bantu,namun tidak sampai kebutuhan yang mencapai Rp14 miliar,”tandasnya. Menurut Bupati yang akrab disapa Ida ini, pihaknya masih merahasiakan kemungkinan anggaran yang akan diberikan kepada Persiba nanti. Kemarin, Pemkab memberikan bonus Rp450 juta kepada Persiba. Ketika ditanya anggaran dari mana, Ida juga masih merahasiakannya. ”Ya, ada deh,nanti saja,”ucapnya.

Pertahankan Skuad

Sukses Persiba Bantul menembus kasta tertinggi sepak bola nasional, ISL, tak membuatnya melakukan perombakan frontal.Bahkan,tim berjuluk Laskar Sultan Agung ini akan mempertahankan skuadnya musim ini untuk me-ngarungi kompetisi ISL musim depan. Persiba hanya melakukan sedikit penambahan pemain menyempurnakan yang ada. Manajer Persiba Idham Samawi mengungkapkan,Persiba dinilai sudah meraih hasil maksimal musim ini dengan torehan dua sejarah Wahyu Tanto dkk. Selain lolos ISL,setelah dua kali gagal,tim kebanggaan melengkapinya dengan titel kampiun Kompetisi Divisi Utama 2010/2011.

“Kami bangga dengan tim ini.Mereka sungguh luar biasa. Kami menilai mereka memiliki kualitas yang cukup memadai hingga sampai pada titik puncak seperti saat ini,”tandas nya.(sodik/suharjono)

Kamis, 26 Mei 2011

Ferry Batal Dilantik

BANTUL - Pelantikan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPRD Bantul Ferry Nursadono yang menggantikan Agung Wisdha dari Fraksi PKBP ditunda. Ferry sedianya dilantik Rabu (25/5) kemarin, bersama Sri Murtani yang menggantikan Tur Haryanto dari Fraksi PAN.

Penundaan pelantikan Ferry karena pimpinan dewan menerima surat keberatan dari kuasa hukum Agung. Selain itu, dalam surat itu kuasa hukum Agung menginformasikan kliennya sedang melakukan gugatan hukum di PN Bantul.

”Pelantikan Saudara Ferry ditunda karena ada surat tuntutan dan Agung melakukan gugatan hukum di PN Bantul terkait PAW,” kata Ketua DPRD Bantul Tustiani SH dalam sidang paripurna istimewa di gedung DPRD Bantul Jalan Panglima Soedirman kemarin (25/5).

Tustiani menambahkan pelantikan ditunda sampai ada keputusan tetap dari PN Bantul terkait tuntutan hukum yang dilayangkan Agung. Menurutnya, keputusan menunda pelantikan Ferry ini didasarkan pasal 383 ayat 2 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Penggantian Antar Waktu. Pasal itu menyebutkan pemberhentian sah apabila ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Sampai saat ini Tustiani belum tahu pasti apakah gugatan yang diajukan Agung merupakan gugatan sengketa partai atau hanya gugatan perdata biasa.
”Nanti kita tunggu prosesnya di Pengadilan Negeri, materi gugatanya kategori apa sengketa parpol atau perdata,” papar politisi PDI Perjuangan ini.
Menurut Tustiani, surat pemberitahuan pengajuan gugatan dan keberatan dari kuasa hukum Agung Wisda diterima pimpinan dewan, Selasa sore (24/5) kemarin. Setelah menerima surat, empat pimpinan dewan menggelar rapat sehingga keluarlah keputusan menunda pelantikan Ferry.

Selanjutnya, Tustiani memberitahukan Ferry perihal penundaan pelantikan melalui telepon. “Sedangkan untuk pemberitahuan tertulis diberikan pada Rabu pagi sekitar pukul 09.00,” jelasnya.
Tustiani meminta Ferry tidak memandang penundaan ini dari kacamata negatif. Ia menolak disebut penundaan pelantikan ini ada muatan politis dan intervensi pihak tertentu. “DPRD netral dan independent. Kita hanya jalankan tugas sesuai undang-undang yang berlaku,” urainya.

Tustiani menjelaskan pimpinan DPRD Bantul belum membentuk tim khusus untuk mengklarifikasi gugatan Agung ke PN Bantul. “Pembicaraan kita belum sampai ke situ,” ungkapnya.
Di sisi lain, di tengah rapat paripurna istimewa Agung sempat mengajukan interupsi. ”Interupsi ketua. Mohon untuk kalimat penundaan itu diganti menjadi tidak jadi,” kata Agung disambut tawa peserta rapat paripurna.
Kontan saja, Tustiyani yang sedang berpidato di akhir rapur justru meminta Agung memahami tata tertib dan aturan yang ada. ”Mohon maaf, agenda dalam aturan agenda rapur istimewa ini tidak ada usulan dan interupsi,” sahut Tustiyani.
Sikap interupsi yang dilakukan Agung mendapat reaksi dari Tustiani dan peserta rapur istimewa. Tidak semestinya Agung melakukan interupsi. Sebab, sesuai tata tertib dewan dalam sidang rapat istimewa tidak ada interupsi.
”Dalam rapat paripurna istimewa tidak ada interupsi. Jadi anggap saja yang tadi tidak ada dan tidak perlu ditanggapi,” celetuk Tustiani saat masih di atas podium. (c5)

Mendadak, Tuding Ada Muatan Politik

Ferry Nur Sadono mengaku sangat kecewa terhadap keputusan pimpinan dewan yang menunda pelantikan dirinya. Menurutnya, pemberitahuan penundaan pelantikan itu disampaikan secara mendadak. Hanya beberapa jam sebelum pelantikan digelar.
”Baru tadi pagi pukul 10.30 saya menerima surat penundaan pelantikan,” kata Ferry saat ditemui Radar Jogja diruang Fraksi Karya Bangsa kemarin.
Dia mengaku mencium ada muatan politis atas penundaan pelantikan dirinya. Selain mendadak, penundaan pelantikan tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
”Penundaan pelantikan ini landasan hukumnya apa? Tidak ada. Tidak jelas,” tegasnya dengan nada kesal.

Ferry menjelaskan penundaan pelantikan dirinya tidak melalui rapat di Badan Musyararah. Dengan demikian, pembatalan pelantikan ini sepihak dan tidak sesuai dengan tata tertib dewan. “Berani-beraninya pimpinan dewan menunda pelantikan,” terang Ferry.
Atas penundaan ini, Ferry berniat akan melayangkan surat keberatan ke pimpinan dewan. Dia juga bisa mengajukan gugatan hukum atau mengambil tindakan yang lain. ”Lihat saja nanti,” ungkapnya.(c5/mar)

Rabu, 25 Mei 2011

Dewan Dukung KPK Usut PT BKM

Radar Jogja, Thursday, 26 May 2011 09:26
Berharap Juga Usut Akuisisi Bantul Radio
BANTUL - Niat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ingin mengambil alih berbagai kasus dugaan korupsi di Bantul terus mendapatkan dukungan. Kali ini dukungan datang dari sejumlah anggota parlemen Bantul. Mereka menyambut baik dan memberikan dukungan terhadap niat KPK tersebut. Termasuk mengambil alih penanganan dugaan kasus korupsi PT BKM.

”Sudah saatnya KPK turun tangan mengambil alih. Bertahun-tahun kejaksaan, katanya, melakukan penyeliddikan dugaan korupsi PT BKM. Tapi, nyatanya sampai sekarang tidak ada hasil apa-apa,” kata Wakil Ketua DPRD Bantul Suhidi kepada Radar Jogja kemarin (25/5).

Mencuatnya dugaan kasus korupsi PT BKM bermula dari LHP BPK yang menerangkan uang yang akan digunakan untuk membayar tanah milik warga sempat mampir ke rekening pribadi dua komisaris PT BKM yang kebetulan pejabat teras di lingkungan Pemkab Bantul yakni Sumarno Prs dan Gendut Sudarto. Selain itu, pembebasan tanah oleh PT BKM disinyalir melibatkan sejumlah pejabat teras Pemkab Bantul.

Dari temuan LHP BPK itulah, Suhidi berharap KPK secepatnya mengirimkan tim khusus untuk melakukan penyelidikan proyek yang menelan uang APBD mencapai miliaran rupiah tersebut. Sebab, masyarakat penggiat antikorupsi sudah lama menunggu bagaimana hasil penyelidikan aparat penegak hukum terhadap dugaan korupsi PT BKM.

”Lebih cepat lebih baik,” ungkap Suhidi.

Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat, lanjut Suhidi, parlemen Bantul siap bekerja sama dengan KPK apabila dibutuhkan. Kapan pun dewan siap berdialog dengan KPK terkait berbagai kasus dugaan korupsi di Bantul. “Sebagai wakil rakyat, kalau kami dibutuhkan ya kami siap berdialog dengan KPK,” tegas politisi Partai Demokrat ini.

Senada disampaikan Arif Haryanto. Politisi PKS yang menjabat wakil ketua DPRD Bantul itu menilai sudah saatnya KPK mengambil alih kasus dugaan korupsi di Bantul. Terutama kasus yang merugikan keuangan negara hingga miliran rupiah.

”Kapan lagi kalau bukan sekarang. Kejaksaan sudah tidak bisa diharapkan lagi. Buktinya, sudah bertahun-tahun melakukan penyelidikan, tapi sampai sekarang tidak ada hasil apa pun,” tegas Arif.

Arif berharap KPK tidak hanya mengusut kasus dugaan korupsi PT BKM. Kasus lain yang diduga merugikan keuangan negara hingga miliran rupiah seperti akuisisi Bantul Radio, proyek pembangunan Stadion Sultan Agung, dan penyaluran dana BOS juga perlu dicermati.

”Jangan hanya mengusut PT BKM. Kasus yang lain juga harus diungkap. Siapa tahu ada delik pidananya, ya supaya tidak ada dusta dan fitnah di tengah masyarakat Bantul,” terangnya.

Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul Retno Harjantari Iriani SH mengatakan belum bisa memberikan komentar terkait niat KPK yang akan mengambil alih kasus dugaan korupsi PT BKM. Sebab, sampai sekarang Kejari Bantul belum menerima pemberitahuan secara resmi terkait hal tersebut.

“Yang jelas sampai sekarang kami belum menerima surat pemberitahuan resmi secara tertulis,” kata Retno kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin lalu (23/5).

Menurut Retno, sampai saat ini Kejari Bantul masih terus melakukan pengumpulan data terkait kasus PT BKM. “Kami masih melakukan penyelidikan, mengumpulkan data,” paparnya. (mar)

Selasa, 24 Mei 2011

Promosi ke ISL, Bantul Bingung Soal Dana

Selasa, 24 Mei 2011, 01:14 WIB

VIVAnews - Bupati Bantul Sri Suryawidati berharap rencana pemerintah untuk melarang penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub sepakbola profesional ditinjau kembali.
Menurutnya sepakbola telah menjadi kegemaran masyarakat Indonesia. Akan berat dampaknya jika pemerintah tetap melarang penggunaan APBD untuk pembiayaan sepakbola meski ada sponsor yang juga turut meringankan pembiayaan.

"Kalau memang keputusan itu tidak berubah. Apa perlu kita kumpulkan koin dari masyarakat demi kelangsungan Persiba Bantul yang saat ini sangat digemari oleh masyarakat Bantul," kata Sri Suryawidati hari Senin, 23 Mei 2011.

Bantul musim depan akan diwakili oleh Persiba Bantul untuk pertama kalinya di pentas ISL. Sri Suryawidati belum punya rencana pasti bagaimana cara untuk mengumpulkan dana.

"Untuk pembiayaan kita akan berkoordinasi dengan DPRD Bantul. Konsentrasi saat ini adalah Persiba Bantul menang melawan Persiraja dan menjadi juara divisi utama."

Sementara itu Arif Haryanto, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bantul, menyatakan secara aturan APBD tidak boleh digunakan untuk pembiayaan yang sifatnya persepakbolaan profesional dan hanya boleh digunakan untuk pembinaan.

"Permasalahan itu akan kita bicarakan lebih lanjut. Karena DPRD juga tidak ingin sepakbola mati," paparnya.

Dengan aturan tersebut kata Arif harus dicari terobosan baru, misalnya dengan sponsor. Namun demikian mengandalkan sponsor dari perusahaan di Yogyakarta sangat minim karena tidak ada perusahaan berskala nasional yang bersedia memberi sponsor.

"Kita tidak tahu apakah dengan carut marut PSSI ini akan mempengaruhi perusahaan untuk mensponsori sepakbola. Semoga saja imbasnya tidak terlalu signifikan."

Laporan : Juna Sanbawa/Yogyakarta

Kamis, 19 Mei 2011

Dewan Harus Kembalikan Uang Reses

(SINDO) GUNUNGKIDUL– DPRD Gunungkidul terus dirundung masalah. Belum lagi kasus dana purna tugas selesai, masalah lain kembali muncul. Kali ini para wakil rakyat ini diminta mengembalikan uang reses yang telah diterima sejak 2006 lalu.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2010 disebutkan, sejak 2006 terjadi pelanggaran anggaran untuk reses ini. Ini diketahui setelah BPK menyatakan anggaran reses ini tidak diperbolehkan. Mereka beralasan, menjaring aspirasi ini merupakan tugas wakil rakyat sehingga tidak perlu dianggarkan. Dari data yang diperoleh SINDO, masing-masing anggota Dewan periode 2009–2014 harus mengembalikan Rp13,4 juta.

Adapun anggota Dewan yang menjabat dua periode, paling tidak mereka harus mengembalikan Rp53 juta ke kas negara. ”Memang ini menjadi temuan, jadi kita masih akan klarifikasi kepada BPK,” ujar Ketua DPRD Gunungkidul Ratno Pintoyo kepada wartawan kemarin. Pihaknya sudah menentukan tanggal untuk klarifikasi ini. Dia meminta semua anggota Dewan menunggu kepastian klarifikasi.

”Tanggal 27 Mei kita akan ke BPK,” kata legislator PDIP ini. Ratno mengaku heran atas temuan BPK ini.Pasalnya, hanya DPRD Gunungkidul yang harus mengembalikan uang reses ini. ”Memang para anggota kita protes. Karena di daerah lain tidak menjadi temuan. Padahal juga dianggarkan,” ungkap Ratno. Anggota Fraksi Karya Bintang Gerindra (FKGB) YB Agung Nugroho mengungkapkan, selama menjadi anggota DPRD, dia sudah empat kali melakukan kegiatan reses untuk menjaring aspirasi kepada konstituennya.

Untuk kegiatan ini,pihaknya mengeluarkan anggaran Rp3.350.000 setiap kegiatan. ”Hitungan saya, ya Rp13,4 juta harus saya kembalikan,” tandasnya. Politikus Gerindra ini kemudian merinci anggaran yang diterimanya dari APBD Gunungkidul tersebut.Transportasi dan snack, pihaknya memberikan uang Rp15.000. Anggaran ini kemudian dikalikan dengan jumlah peserta yang rata-rata sebanyak 250 orang.

”Uang sudah saya serahkan ke konstituen, mosok saya minta lagi,kantidak etis.Uang itu kan konsumsi dan transportasi warga masyarakat,”papar Agung Dia berharap pimpinan Dewan bisa memfasilitasi sehingga anggaran reses tersebut tidak dikembalikan. ”Jika melihat klausul temuan ini memang aneh.Jadi kita masih menunggu klarifikasi yang akan dilakukan pimpinan Dewan,”katanya.

Di Bantul Justru Disiapkan Rp100 juta

Jika Kalangan DPRD Gunungkidul dibuat resah karena harus mengembalikan uang reses, hal berbeda terjadi di Bantul. Para anggota Dewan justru disiapkan anggaran Rp100 juta untuk kegiatan reses yang harus dilakukan masing-masing anggota Dewan.”Agenda reses akan kita lakukan Juni mendatang. Masing-masing akan menerima anggaran Rp2.205.000 potong pajak,”ujar Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto kepada wartawan kemarin.

Anggaran yang akan diterima masing-masing wakil rakyat ini digunakan untuk mengundang sedikitnya 100 konstituen.” Semua akan turun ke daerah pemilihan masing-masing,” ungkapnya. Kegiatan reses ini sempat mengalami penundaan. Awalnya agenda penjaringan aspirasi yang dikenal dengan jaring asmara ini direncanakan pada 18–25 Mei ini. ”Agenda tertunda karena bertabrakan dengan agenda paripurna DPRD,” ujar politikus PKS ini.

Ketua Komisi D DPRD Bantul Fachrudin mengaku anggaran yang diterimanya untuk reses kali ini kurang. Meski demikian,pihaknya tetap akan berusaha maksimal dengan anggaran yang diterimanya ini. ”Jelas anggaran itu tidak akan cukup,”tandas Arif Haryanto. Kalangan Dewan sebenarnya menganggarkan dana Rp5 juta per orang untuk kegiatan resesini. Namun,BadanPemeriksa Keuangan (BPK) menilai dana untuk transportasi sebesar itu terlalu besar dan dinilai tidak patut.Anggaran akhirnya dikurangi menjadi Rp2.205.000.(suharjono)

Senin, 16 Mei 2011

Tak Ada Anjal dan Pengemis

Radar Jogja, 16 Mei 2011
Oleh : Arif Haryanto *

Hampir tiap kota dan kabupaten di Indonesia selalu memiliki permasalahan terkait munculnya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti anak jalanan (anjal), gelandangan, pengamen dan pengemis. Biasanya, mereka menghiasi sudut-sudut jalan raya yang ada di kota/kabupaten, tempat keramaian, terminal, stasiun, pasar, mall dan paling banyak terlihat di perempatan jalan raya.

Ketika berkunjung ke Kabupaten Minahasa mendampingi Komisi D DPRD Bantul beberapa waktu lalu. Jujur, saya sempat kaget karena tak melihat satu pun anjal, pengamen dan pengemis yang biasa mangkal di sudut-sudut kota yang menjadi pusat keramaian. Fenomena Minahasa bebas PMKS membuat saya penasaran. Rasa penasaran itulah yang membuat saya ingin terus mengorek keterangan lebih dalam dari pejabat Minahasa dan Bupati Minahasa Drs Stefanus Vreeke Runtu, apa kiat jitu Kabupaten Minahasa sampai bisa mengatasi masalah pengemis, anak jalanan, gelandangan, dan pengamen?.

Menurut Drs Stefanus Vreeke Runtu, Minahasa terbebas dari PMKS karena berkat kebijakan dan program kerja pemda yang mampu mengangkat derajat warga dari PMKS setara dengan status sosial masyarakat diatasnya. Hanya dengan PAD Rp 15 miliar dan APBD Rp 500 miliar, Minahasa mampu menggratiskan biaya pendidikan dari jenjang SD hingga SMA/SMK, gratis biaya kesehatan di tiap puskesmas dan rumah sakit daerah, dana duka Rp 1 juta per orang, dan bantuan modal bagi ratusan ribu warga Minahasa. Termasuk mampu memberikan beasiswa ke jenjang pendidikan S2 dan S3 bagi keluarga miskin dan anak daerah berprestasi serta asuransi kesehatan bagi 4.000 perangkat Desa se Minahasa.

Jika Bupati Minahasa Drs Stefanus Vreeke Runtu yang mampu memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi 309.876 jiwa warga Minahasa dan mengurangi angka kemiskinan sehingga tidak ada anak jalan, pengemis dan gelandangan. Tentu, Pemkab Bantul pun mampu merealisasikan kesehatan gratis bagi 910.572 jiwa warganya dengan modal PAD Rp 106,885 milir atau total APBD keseluruhan Rp 900,867 miliar. Termasuk bisa mengangkat dratjat anak jalanan, pengemis dan gelandan ke jenjang status yang lebih atas. Dengan catatan, para pejabat pengambil keputusan sungguh-sungguh bekerja dan mengabdi hanya untuk masyarakat Bantul bukan demi golongan atau kelompoknya sendiri.

Dibandingkan Minahasa, Kabupaten Bantul memiliki segudang potensi yang dapat mendongkrak PAD sehingga dapat digunakan untuk mengurangi angka kemiskinan. Misalnya, memaksimalkan potensi pantai selatan, dataran tinggi berupa perbukitan, hutan, serta kawasan pertanian dan perikanan. Jangan sampai, PAD Bantul yang tinggi hanya dialokasikan untuk kegiatan/proyek besar yang tak dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Bantul sendiri.

Sudah banyak mega proyek yang didanai APBD Bantul gagal alias macet dijalan karena tidak ada perencanaan, program, dan manajerial yang transparan. Misalnya, Pasar Seni Gabusan (PSG), Kebuh Buah Mangunan, Bantul Radio, PT Bantul Kota Mandiri (BKM), penataan kawasan Pantai Parangtritis dan lain-lain. Jangan sampai mega proyek yang gagal itu terus menggerogoti APBD Bantul. Sementara masih banyak warga Bantul yang hidup dibawah kemiskinan, bahkan untuk makan sehari-hari pun masih minta belas kasihan dari orang lain.

Semoga, Bupati Bantul Sri Suryawidati dan pejabat teras Pemkab Bantul mampu merealisasikan sekolah gratis, kesehatan gratis, bantuan modal usaha, dan lapangan pekerjaan yang cukup bagi generasi penerus Bantul. Wallahu’aklam bisowab.

*) Wakil Ketua DPRD Bantul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Jumat, 13 Mei 2011

Tak Ada Tunjangan Pulsa untuk Anggota DPRD

13/05/2011 08:44:51 BANTUL (KR) - Guna mendukung komunikasi yang intensif dan efektif antara anggota DPRD dengan konstituennya maupun masyarakat secara luas, maka setiap anggota DPRD Bantul diberikan 'tunjangan komunikasi intensif' sebesar Rp 4 juta perbulan.

Menurut Wakil Ketua III DPRD Bantul Arif Haryanto SSi, tunjangan komunikasi intensif itu sudah masuk dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA). Tujuannya agar anggota dewan sebagai wakil rakyat bisa bergerak melakukan komunikasi kepada konstituen maupun rakyatnya. "Masalah anggaran itu besar atau kecil tergantung cara melihatnya. Yang jelas besaran itu diatur sudah sesuai dengan PP 21 tahun 2010 dan dewan tidak bisa menganggarkan sendiri," ujarnya kepada KR, Kamis (12/5).

Terpisah Sekretaris DPRD Bantul Suarman menjelaskan, pemberian tunjangan komunikasi intensif itu sesuai dengan PP 21 tahun 2010 tentang pengelolaan keuangan dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD. Besarannya ditentukan dengan kemampuan keuangan daerah. "Tunjungan bebas digunakan untuk apa saja. Namun yang jelas, untuk tunjangan pulsa bagi anggota dewan tidak ada," tegas Suarman.

Di samping tunjangan komunikasi intensif, setiap bulan anggota dewan juga mendapatkan tunjangan perumahan, uang representatif, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan bagi ketua dan pimpinan, uang paket dan lainnya. "Untuk tunjangan jabatan pimpinan Rp 2,5 juta perbulan dan ketua komisi Rp 2 juta perbulan," ujarnya. (*-1)-m

Kamis, 12 Mei 2011

Uang Reses Tak Mencukupi

Sekali Menjaring Aspirasi Dijatah Rp. 2,2 Juta

Bantul, Tribun- Seluruh anggota DPRD Kabupaten Bantul mendapat jatah sebesar Rp. 2.205.000 selama tiga hari masa reses yang akan digelar mulai tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei 2011 mendatang. Yudha Pratheissianta Wibawa, Anggota Komisi B dari Fraksi PDIP menjelaskan anggaran sebesar Rp. 2,205 juta itu untuk menjamu 100 orang konstituen. “ Itu semua untuk belanja sewa ruang rapat, meja kursi, makan dan minum untuk 100 orang. Bagaimana caranyalah bisa cukup dana segitu, “ katanya.

Filed officer Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Dasar Widodo menuturkan penjaringan aspirasi memang perlu dilakukan. Tetapi, tidak pernah terealisasi. Seakan akan hanya penghabisan anggaran semata.

Selama tiga hari itu, 45 anggota dewan tersebut akan menjaring aspirasi dari seluruh konstituennya di masing-masing daerah pemilihannya (Dapil). “ Sebenarnya dewan menganggarkan Rp. 5 juta per orang saat penggodokan APBD, Desember 2010, dengan memasukkan komponen transportasi untuk 100 orang peserta, ujar Arif Haryanto, anggota Fraksi PKS, Jumat (13/5) kemarin.

Anggaran tersebut telah masuk dalam APBD, namun demi menjaga akuntabilitas maka anggota dewan berkonsultasi dulu dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar pencairan dana tidak bersinggungan dengan ranah korupsi. Hasil konsultasi menyebutkan bahwa dana transportasi konstituen tidak ada, hanya ada untuk tempat penjaringan dan biaya makan saja.

“ Sebenarnya kalu mau memaksa bisa memakai PP 16/2010 tersebut, tapi ada contoh suatu daerah, saya lupa, setelah memakai, dana itu dikembalikan, “ kata wakil ketua DPRD Bantul ini.

Dana yang tercatat untuk reses di APBD masih Rp. 5 juta. Tetapi, klausul untuk transportasi sebesar Rp. 2,5 juta tidak bisa dicairkan. Setelah dipotong pajak, hanya Rp. 2,205 juta yang bisa cair dan dikantongi anggota dewan selama reses.
Ia menuturkan, penjaringan aspirasi sebenarnya penting sebagai masukan bagi dewan dalam pembangunan Kabupaten Bantul, baik yang bersifat lokal perdesa maupun wilayah Kabupaten. Selain itu kegiatan ini bisa menjadi media pengawasan anggaran untuk fisik, maupun perundang-undangan.

“ Yang jadi masalah adalah tidak ada regulasi resmi yang mengatur hasil aspirasi tersebut didokumenkan seperti musrenbang. Hasilnya hanya bisa berupa usul di rapat komisi, baik tentang anggaran maupun perundang-undangan”, katanya. (bbb)

Sabtu, 07 Mei 2011

DPRD Bantul Berguru di Minahasa

Sulut Post, Sabtu, 07/05/2011 09:26 WITA


TONDANO- Kebijakan populis Bupati Minahasa Drs Stefanus Vreeke Runtu yang mampu memberikan pendidikan gratis, kesehatan gratis dan dana duka kepada ratusan ribu lebih warga Minahasa di tengah-tengah keterbatasan anggaran, ternyata berbuah manis. Pasalnya, hampir sebagian besar Kabupaten dan Kota di Indonesia menjadikan Kabupaten Minahasa sebagai salah satu tujuan study banding untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Seperti halnya yang dilakukan rombongan DPRD Kabupaten Bantul yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD Arif Haryanto Ssi dan rombongan lainnya seperti Fachruddin SAg (Ketua Komisi D), Drs Timbul Harjana, Eko sutrisno Aji, Ispriyatun, Nur Rakhmat JP Amd, Jupriyanto SSi, Dra Sri Sulistyaningtyas, Muhamad Agusalim ditambah dengan sejumlah eksekutif Kabupaten Bantul. Kahadiran rombongan ini diterima langsung oleh Plt Sekda Minahasa Drs Warouw Karaowan MM, di ruang sidang kantor bupati.

Dalam sambutannya Pimpinan Rombongan Arif Haryanto SSi menyampaikan terimakasih atas sambutan Pemkab Minahasa. "Kami kagum akan keramahtamahan masyarakat Minahasa. Memiliki sumberdaya alam yang melimpah dengan kota yang sangat bersih, menjadikan Tondano layak dijadikan salah satu tujuan study banding," ujar Haryanto. Lanjutnya tujuan rombongan ke Minahasa tidak lain untuk berguru program-program yang dibuat Pemkab dan menyentuh langsung kepada masyarakat, seperti bebas biaya SPP, bebas biaya berobat di puskesmas, dana duka, pemberian bantuan studi S2 dan S3, dan program Meimo Tumanem (Mari bertani) untuk menopang ketahanan pangan.

Sekda Minahasa sendiri Drs Warouw Karouwan MM dalam sambutannya menyampaikan apresiasi bagi pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bantul yang telah memilih Kabupaten Minahasa sebagai lokasi kunjungan study banding. "Kami berharap dengan kunjungan ini akan memberikan arti dan makna bagi Kabupaten Minahasa dan juga Kabupaten Bantul dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program-program yang ada. (ylo)

Rabu, 04 Mei 2011

Barengan Ngelencer ke Luar Jawa

Wednesday, 04 May 2011 10:30
Dewan, Kepala SKPD dan Camat, Habiskan Dana Ratusan Jutaan Rupiah

BANTUL - Masyarakat Bantul yang ingin bertemu dengan anggota DPRD Bantul, pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Bantul atau camat tampaknya harus menahan diri. Masyarakat harus siap gigit jari.

Sebab, selama empat hari mulai Senin hingga Jumat mendatang, sebanyak 40 orang dari 45 anggota parlemen Bantul ngelencer ke luar Jawa. Mereka pergi dengan alasan mendampingi puluhan pimpinan SKPD di lingkungan Pemkab Bantul yang sedang menggelar studi pembangunan.

Tiga dari lima anggota dewan yang tidak ikut ngelencer ialah tiga politisi dari Partai Gerindra masing-masing Purwanto, Ita Dwi Nuryanti, dan Gunawan. Sedangkan dua wakil rakyat lainnya yakni Sadji dari PAN dan Tur Haryanto.

Khusus untuk empat Purwanto, Ita Dwi Nuryanti, Gunawan, dan Tur Haryanto, mereka tidak ikut dalam kunjungan ini karena tidak tercatat sebagai anggota komisi dan fraksi di DPRD Bantul. Sedangkan Sadji tidak ikut lantaran sedang menjalani perawatan intensif di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

Daerah yang menjadi tujuan ngelencer ini antara lain Kota Padang di Sumatera Barat, Makassar di Sulawesi Selatan, Bitan di Kepulauan Riau, dan Manado di Sulawesi Utara. Para legislator, pimpinan SKPD, dan camat ini berangkat ke daerah tujuan dengan menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Adisuctjpto, Selasa pagi (3/5) kemarin. Rencananya, kunjungan ke luar pulau Jawa yang dilakukan setahun sekali ini akan berlangsung hingga Jumat mendatang. Mereka dijadwalkan kembali masuk kantor pada Senin mendatang (9/5).

”Saya ikut mendampingi Komisi A ke Kota Padang, Sumatera Barat, dalam rangka studi tentang pelayanan dan perijinan. Pulangnya besok Sabtu (7/5) mendatang,” kata Ketua DPRD Bantul Tustiani saat dihubungi Radar Jogja, kemarin (3/5).

Wakil Ketua DPRD Bantul Arif Haryanto mengatakan kunjungan kerja anggota dewan ke luar Jawa dalam rangka mendampingi masing-masing SKPD yang menjadi mitra kerja komisi-komisi di DPRD. Komisi A dengan daerah tujuan Padang. Komisi B menuju Makassar. Komisi C ke Bintan. Sedangkan Komisi D terbang ke Manado.

”Kita mendampingi eksekutif untuk studi pembangunan dalam merencanakan program pembangunan Bantul ke depan yang akan dibuat oleh masing-masing SKPD Pemkab Bantul,” kata Arif Haryanto, kemarin (3/5).

Ketika disinggung agenda riil kunjungan kerja ini, Arif menjelaskan, agenda kunjungan kerja masing-masing komisi dan SKPD berbeda. Karena sifatnya mendampingi, lanjut Arif, agenda parlemen menyesuaikan dengan agenda masing-masing SKPD yang menjadi mitra kerja komisi-komisi.

“Tiap komisi dan SKPD agenda berbeda-beda. Kebetulan saya ikut komisi D yang ke Manado. Agenda ya soal jaminan kesehatan, pendidikan, olahraga dan lain-lain,” terang politisi yang tinggal di Sedayu ini.

Diperkirakan, kegiatan plesiran selama empat hari yang diikuti puluhan anggota dewan, pimpinan SKPD dan camat se Bantul ke luar pulau Jawa ini menghabiskan dana ratusan juta rupiah bahkan mendekati angka Rp 1 miliar. Sayang, Radar Jogja tidak bisa mendapatkan angka pasti berapa anggaran yang digunakan anggota parlemen, pimpinan SKPD dan Camat dalam plesiran tahun ini.

Sejak Senin (2/5) kemarin, Radar Jogja berulang kali berusaha menemui Kabag Keuangan Sekretariat DPRD Bantul Juhandayanta untuk meminta keterangan terkait anggaran kunjungan kerja ini. Namun sayang, Juhandayanta tidak berada ada di ruangannya. Begitu pula Kepala DPKAD Bantul Abu Dzarin, Selasa (3/5) kemarin tidak berada di kantor karena sudah berangkat.

Sekretaris DPRD (Sekwan) Bantul, Suarman mengatakan, keberangkatan anggota dewan Bantul ke luar Jawa sudah disesuaikan dengan standar harga barang dan jasa (SHBJ). Dengan demikian, angka rupiah yang diterima wakil rakyat semua sudah sesuai dan dipastikan tidak ada yang menyimpang. ”Yang paling besar biayanya ke Manado. Sebab, tiket pesawat saja menghabiskan dana Rp 4 juta,” kata dia.

Selain tiket pesawat, dana digunakan untuk sewa kamar hotel, makan, serta biaya transport lokal. ”Masing-masing anggota Dewan yang berangkat ke Manado menerima anggaran sekitar Rp 9 juta hingga Rp 10 juta,” tambah Suarman.

Berdasarkan pengalaman tahun 2010 lalu, anggaran yang dikeluarkan Sekretariat DPRD Bantul dalam kegiatan kunker ke luar Jawa ini mencapai Rp 800 juta lebih. Setiap anggota dewan kebagian dana Rp 9 juta selama empat hari masa kunjungan.

Jika dikalikan sebanyak 40 anggota dewan, anggarannya sebesar Rp 360 juta, belum termasuk anggaran untuk Sekwan Suarman dan pewagai sekretariat DPRD Bantul yang ikut mendampingi. Dana Rp 9 juta per anggota dewan itu digunakan untuk keperluan biaya tiket, penginapan, makan, uang saku, dan transportasi lokal.

”Kunjungan kerja ke luar Jawa selama empat hari. Pengeluarannya ya bisa mencapai ratusan juta rupiah, untuk tiket pesawat PP, hotel, maka, uang saku dan lain-lain,” terang seorang pegawai di lingkungan kesekretariatan DPRD Bantul yang enggan disebut namanya ini. (mar)

Delete this element to display blogger navbar