Senin, 16 Mei 2011

Tak Ada Anjal dan Pengemis

Radar Jogja, 16 Mei 2011
Oleh : Arif Haryanto *

Hampir tiap kota dan kabupaten di Indonesia selalu memiliki permasalahan terkait munculnya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti anak jalanan (anjal), gelandangan, pengamen dan pengemis. Biasanya, mereka menghiasi sudut-sudut jalan raya yang ada di kota/kabupaten, tempat keramaian, terminal, stasiun, pasar, mall dan paling banyak terlihat di perempatan jalan raya.

Ketika berkunjung ke Kabupaten Minahasa mendampingi Komisi D DPRD Bantul beberapa waktu lalu. Jujur, saya sempat kaget karena tak melihat satu pun anjal, pengamen dan pengemis yang biasa mangkal di sudut-sudut kota yang menjadi pusat keramaian. Fenomena Minahasa bebas PMKS membuat saya penasaran. Rasa penasaran itulah yang membuat saya ingin terus mengorek keterangan lebih dalam dari pejabat Minahasa dan Bupati Minahasa Drs Stefanus Vreeke Runtu, apa kiat jitu Kabupaten Minahasa sampai bisa mengatasi masalah pengemis, anak jalanan, gelandangan, dan pengamen?.

Menurut Drs Stefanus Vreeke Runtu, Minahasa terbebas dari PMKS karena berkat kebijakan dan program kerja pemda yang mampu mengangkat derajat warga dari PMKS setara dengan status sosial masyarakat diatasnya. Hanya dengan PAD Rp 15 miliar dan APBD Rp 500 miliar, Minahasa mampu menggratiskan biaya pendidikan dari jenjang SD hingga SMA/SMK, gratis biaya kesehatan di tiap puskesmas dan rumah sakit daerah, dana duka Rp 1 juta per orang, dan bantuan modal bagi ratusan ribu warga Minahasa. Termasuk mampu memberikan beasiswa ke jenjang pendidikan S2 dan S3 bagi keluarga miskin dan anak daerah berprestasi serta asuransi kesehatan bagi 4.000 perangkat Desa se Minahasa.

Jika Bupati Minahasa Drs Stefanus Vreeke Runtu yang mampu memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi 309.876 jiwa warga Minahasa dan mengurangi angka kemiskinan sehingga tidak ada anak jalan, pengemis dan gelandangan. Tentu, Pemkab Bantul pun mampu merealisasikan kesehatan gratis bagi 910.572 jiwa warganya dengan modal PAD Rp 106,885 milir atau total APBD keseluruhan Rp 900,867 miliar. Termasuk bisa mengangkat dratjat anak jalanan, pengemis dan gelandan ke jenjang status yang lebih atas. Dengan catatan, para pejabat pengambil keputusan sungguh-sungguh bekerja dan mengabdi hanya untuk masyarakat Bantul bukan demi golongan atau kelompoknya sendiri.

Dibandingkan Minahasa, Kabupaten Bantul memiliki segudang potensi yang dapat mendongkrak PAD sehingga dapat digunakan untuk mengurangi angka kemiskinan. Misalnya, memaksimalkan potensi pantai selatan, dataran tinggi berupa perbukitan, hutan, serta kawasan pertanian dan perikanan. Jangan sampai, PAD Bantul yang tinggi hanya dialokasikan untuk kegiatan/proyek besar yang tak dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Bantul sendiri.

Sudah banyak mega proyek yang didanai APBD Bantul gagal alias macet dijalan karena tidak ada perencanaan, program, dan manajerial yang transparan. Misalnya, Pasar Seni Gabusan (PSG), Kebuh Buah Mangunan, Bantul Radio, PT Bantul Kota Mandiri (BKM), penataan kawasan Pantai Parangtritis dan lain-lain. Jangan sampai mega proyek yang gagal itu terus menggerogoti APBD Bantul. Sementara masih banyak warga Bantul yang hidup dibawah kemiskinan, bahkan untuk makan sehari-hari pun masih minta belas kasihan dari orang lain.

Semoga, Bupati Bantul Sri Suryawidati dan pejabat teras Pemkab Bantul mampu merealisasikan sekolah gratis, kesehatan gratis, bantuan modal usaha, dan lapangan pekerjaan yang cukup bagi generasi penerus Bantul. Wallahu’aklam bisowab.

*) Wakil Ketua DPRD Bantul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar